Monday, December 24, 2007

Selamat Natal dan Tahun Baru 2008

Kami sekeluarga mengucapkan: Selamat Hari Natal dan Tahun Baru 2008.
Doa kami senantiasa untuk pelayanan dan usaha Bapak/Ibu. Terima kasih telah menjadi partner bagi pelayanan kami dan STT Jaffray dalam doa dan dana. Kiranya Tuhan Yesus senantiasa melimpahkan segala yang baik dalam kehidupan kita sekalian dalam memasuki tahun 2008.
Salam,
Pdt. Daniel Ronda
Jl. G. Merapi No. 103; P.O. Box 1054
Makassar, 90010 Sulsel

Friday, November 2, 2007

AGENDA PELAYANAN KOTBAH NATAL

JADWAL PELAYANAN KOTBAH NATAL SAYA PADA BULAN DESEMBER:

9 DES – NATAL GKKA TANJUNG BUNGA

11 DES – KKR KOMISI PRIA GKKA KENDARI

12 DES – NATAL GSJA MAKASSAR

15-16 DES - NATAL DI GKII TIMIKA< PAPUA

19 DES – NATAL JEMAAT GKKA PALU

25 DES - NATAL GEREJA RHEMA

MOHON DUKUNGAN DOA.

JADWAL PELAYANAN LUAR KOTA NOVEMBER

Ada beberapa pelayanan kami ke luar kota sepanjang November ini:

7-8 Nov – Konsultasi Pimpinan STT dengan Depag RI tentang program S2 di Cisarua Bogor

9-11 Nov – Mengikuti Marriage Enrichment di GII Hok Im Tong Bandung

14 Nov – Pembicara dan promosi Magister Konseling pada National Counselling Workshop di Jakarta

18 Nov – Kotbah di GBI Surabaya

23 – 28 Nov – Presentasi Misi dan Kunjungan ke Gereja Alliance Church Hongkong

Mohon didukung dalam doa.

Tuesday, September 25, 2007

PEMIMPIN DAN PERUBAHAN

Pendahuluan:

Hari ini adalah hari yang istimewa bagi wisudawan karena mereka secara resmi telah menyandang gelar dan telah disebut sebagai pemimpin. Pada kesempatan ini saya pribadi mengucapkan selamat atas prestasi semua mahasiswa. Tahun ini juga sangat istimewa, karena kita merayakan 75 tahun STT Jaffray. Untuk itu kami mengucapkan selamat ulang tahun ke 75 untuk Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

Dalam rangka inilah, saya mencoba memberikan suatu renungan tentang bagaimana pemimpin dalam menghadapi perubahan baik dalam dirinya maupun dunia di sekitar mereka. Renungan ini merupakan refleksi singkat dari kitab Yosua 1 dan implikasinya dalam menghadapi prubahan dewasa ini.

Teks Firman Tuhan Yosua 1:1-11:

Sesudah Musa hamba TUHAN itu mati, berfirmanlah TUHAN kepada Yosua bin Nun, abdi Musa itu, demikian: "Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu. Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa. Dari padang gurun dan gunung Libanon yang sebelah sana itu sampai ke sungai besar, yakni sungai Efrat, seluruh tanah orang Het, sampai ke Laut Besar di sebelah matahari terbenam, semuanya itu akan menjadi daerahmu. Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkaulah yang akan memimpin bangsa ini memiliki negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka untuk diberikan kepada mereka. Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi. Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung. Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." Lalu Yosua memberi perintah kepada pengatur-pengatur pasukan bangsa itu, katanya: "Jalanilah seluruh perkemahan dan perintahkanlah kepada bangsa itu, demikian: Sediakanlah bekalmu, sebab dalam tiga hari kamu akan menyeberangi sungai Yordan ini untuk pergi menduduki negeri yang akan diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk diduduki."

Dasar Pemilihan Firman Tuhan:

Kitab Yosua dipilih pada hari ini karena kitab ini menggambarkan perubahan dan peralihan, penyertaan, kesuksesan dan bahkan termasuk juga kegagalan suatu bangsa pilihan Allah yaitu Israel. Disebut kitab perubahan, karena pemimpin berubah dari Musa ke Yosua, dari masa berputar-putar hampir selama 40 tahun dan sekarang siap memasuki tanah perjanjian yang penuh madu dan susunya. Suatu tanah yang dijanjikan kepada bangsa Israel.

Pemilihan nats pada pagi ini sangat relevan untuk acara wisuda ini karena waktu mahasiswa masuk, mereka dinobatkan sebagai mahasiswa, dan sekarang disebut pemimpin; dulu masih calon hamba Tuhan, namun sekarang hamba Tuhan; dulu calon guru sekarang akan menjadi seorang guru, dan seterusnya. Dalam hal yang demikian, maka posisi mereka sudah berubah dari seorang mahasiswa menjadi seorang pemimpin. Bukan hanya diri mereka yang berubah, namun dunia yang akan dilayani juga mengalami perubahan. Bahkan dapat dikatakan bahwa perubahan itu sangat dahsyat dan belum pernah ada dalam era sebelumnya. Beberapa perubahan dahsyat itu antara lain: sekulerisme, materialisme, hedonisme, degradasi moral telah menjadi masalah yang sangat besar baik dalam masyarakat perkotaan maupun pedesaan dan ada dalam semua level. Sekulerisme adalah di mana gereja sudah mengikuti pola hidup dunia dan semuanya serba permisif, sehingga tidak jelas lagi mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Materialisme adalah di mana hamba-hamba Tuhan tergoda untuk mengejar materi sebagai tujuan hidup dan pemujaan terhadap materi. Hedonisme adalah mengejar kesenangan dunia sehingga sudah tidak tahu lagi identitasnya sebagai hamba Tuhan. Semua ini menyebabkan degradasi moral atau kehancuran moral, sehingga banyak hamba Tuhan mulai mengejar hal-hal yang menghasilkan uang semata. Tidak mengherankan banyak hamba Tuhan terjun ke politik, bukan karena panggilan Tuhan tetapi karena uang, ketenaran, dan semangat mementingkan diri sendiri.

Akibat dari perubahan dewasa ini, persoalan lain yang sering dihadapi oleh para pemimpin gereja dewasa ini ada beberapa hal.[1] Pertama, godaan untuk merasa cukup (self-sufficient). Godaan ini adalah para pemimpin merasa dirinya tidak memerlukan orang lain, padahal dia perlu. Dia tidak perlu lagi belajar, tidak perlu bekerjasama dengan orang lain, karena sudah merasa diri cukup dengan gelar kesarjanaan yang diperolehnya. Padahal di dunia sekarang ini saling ketergantungan, kerjasama, jaringan kerja (networking) sangat penting untuk mencapai keberhasilan. Apalagi kita tidak merasa perlu bergantung kepada sang pencipta, yaitu Allah. Padahal secara jelas Yesus berkata bahwa tanpa Aku, kamu tidak akan dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5).

Godaan yang kedua adalah ingin menjadi spektakuler yang biasa disebut dengan mental selebritis (celebrity mentality). Yang dimaksud di sini ingin cepat menjadi terkenal dengan segera, dan bukannya bergantung pada Tuhan tetapi kepada kharisma dan pengaruh diri dan bakatnya. Kecenderungan untuk menjadi cepat terkenal dan berhasil menyebabkan banyak pemimpin muda terjebak ke dalam frustasi, karena ketidakseimbangan antara keinginan dan karakternya yang belum matang di pelayanan.

Godaan yang ketiga adalah keinginan yang berpusat pada diri (self-centered desire) untuk berkuasa. Keinginan ini muncul dalam bentuk ingin menguasai orang-orang, gereja, keuangan. Padahal dalam pelayanan jemaat adalah milik Kristus.

Prinsip Menjadi Pemimpin Tangguh dalam Perubahan yang Pesat

Pertanyaannya adalah bagaimana menjadikan diri kita berhasil di tengah perubahan. Ada beberapa prinsip yang Tuhan taruh dalam menghadapi perubahan baik diri maupun perubahan eksternal.

Pertama, meninggalkan masa lalu dan menatap ke depan (1-5). Prinsip ini terambil dari catatan ayat 1-2 di mana Musa sudah mati dan ada proklamasi Tuhan tentang kematian Musa. Kematian Musa bisa saja menyebabkan bangsa Isreal akan menoleh terus ke belakang. Allah menyatakan kematian Musa, agar bangsa Israel meninggalkan masa lalu dan Allah meminta mereka untuk menatap ke depan. Masa lalu bisa menghalangi kemajuan pemimpin. Masa lalu bisa menyebabkan ketakutan, trauma dan ketakutan menghadapi masa depan. Kita perlu melupakan yang lalu dan menatap janji Allah. Pemimpin yang baik selalu mengingat janji penyertaan Tuhan. Kegagalan bisa saja terjadi, namun tidak terpaku kepada kegagalan. Kita menatap kepada Tuhan yang sudah menang.

Kedua, pentingnya memiliki karakter yang baik (ayat 7-8). Di dalam menggenapi janji Tuhan dan menuju ke perubahan yang berhasil, maka karakter menjadi sangat penting. Tuhan meminta agar Yosua dan para pemimpin dan seluruh bangsa agar bertindak hati-hati. Hati-hati terhadap kesenangan yang menggiurkan. Ada juga perintah untuk jangan menyimpang ke kanan dan ke kiri. Pada waktu itu, “di kanan dan kiri” ada penyembahan berhala, ada kenikmatan dosa. Dan Tuhan meminta kita hidup lurus di hadapanNya agar bangsa itu diberkati. Semua itu hanya bisa dijaga lewat merenungkan Firman Tuhan senantiasa. Ayat-ayat di atas saya simpulkan dengan kata “Integritas seorang hamba Tuhan”.

Di dalam sebuah survey di Amerika yang ditujukan kepada kurang lebih 1300 para pimpinan perusahaan dan pejabat di pemerintahan, mereka ditanya kualitas apakah yang paling penting dimiliki untuk dapat sukses menjadi pemimpin. Jawabannya menarik karena secara mayoritas (71%) mereka memilih jawaban sebagai yang terpenting: integritas.[2]

Arti kata integritas adalah keadaan yang sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang. Seseorang yang memiliki integritas tidak meniru orang lain, tidak berpura-pura, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang perlu ditakuti. Kehidupan seorang pemimpin adalah seperti surat Kristus yang terbuka (II Kor 3:2).

Beberapa ciri dari intergritas seorang pemimpin Kristen: pertama, hidup sesuai dengan apa yang diajarkan; kedua, melakukan sesuai dengan apa yang dikatakan; ketiga, jujur dengan orang lain; keempat, memberikan yang terbaik bagi kepentingan orang lain atau organisasi daripada diri sendiri; kelima, akan hidup secara transparan.[3] Integritas sebagai karakter bukan dilahirkan, tetapi dikembangkan secara satu lepas satu di dalam kehidupan kita melalui kehidupan yang mau belajar, keberanian untuk dibentuk Roh Kudus. Itu sebabnya seorang pemimpin terkenal berani berkesimpulan, bahwa karakter yang baik akan jauh lebih berharga dan dipuji manusia dibandingkan dengan bakat atau karunia yang terhebat sekalipun. Kegagalan sebagai pemimpin bukan terletak kepada strategi dan kemampuannya dalam memimpin, tetapi kepada tidak adanya integritas pada diri pemimpin.[4]

Pepatah Melayu berkata, “Semakin tinggi monyet naik ke atas pohon, semakin kelihatan pantatnya yang jelek.” Memang kepemimpinan selalu menjadi sorotan dan ketika seseorang menjadi pemimpin, mulai kelihatan kelemahannya. Tetapi mengembangkan integritas akan menolong kita menghadapi hal ini.

Ketiga, pentingnya melangkah dengan mulai dari langkah-langkah kecil (9-18). Yosua memerintahkan pemimpin pasukannya untuk mulai berjalan. Ada perintah “jalanilah!” Lalu mereka mulai bergerak dan adanya komitmen. Kepemimpinan yang berhasil adalah dimulai dengan mimpi besar, yang dilanjutkan dengan langkah-langkah kecil. Tanpa langkah-langkah kecil, maka mimpi tinggal mimpi. Visi hanya sebuah tulisan di atas kertas, bahkan janji Allah pun menjadi sebuah hal yang tidak akan pernah terwujud tanpa langkah-langkah kecil.

Kesalahan terbesar dalam kehidupan para pemimpin muda adalah selalu melihat kesuksesan sebagai tujuan dan tidak pernah belajar bagaimana sebuah proses menjadi berhasil. Kata kunci di sini adalah “PROSES”. Bila diteliti semua pemimpin gereja yang besar selalu memulainya dengan hal-hal kecil dan mereka semua membayar harganya. Itu sebabnya benar sebuah perkataan ini: “To receive Christ cost you nothing, to follow Christ cost you something, but to serve Christ cost you everything.”

Langkah-langkah kecil itu harus diikuti dengan komitmen untuk mendukung pemimpin yang ada. Ada kata mutiara: a great leader is a great follower. Pemimpin yang baik selalu menjadi bawahan yang baik. Belajar menghargai pemimpin akan menjadikan seseorang akan menjadi besar. Komitmen untuk “menyertai” Dia atau mengikut Dia, harus ditunjukkan dengan kerelaan untuk dipimpin.

Kesimpulan:

Ada beberapa hal yang perlu menjadi rekomendasi bagi para pemimpin dalam menghadapi derasnya perubahan:

  1. Penting bagi setiap pemimpin untuk menatap ke depan. Tidak terfokus kepada kegagalan, masalah yang lalu. Tetap memelihara optimisme terhadap segala janji Tuhan dalam kehidupan kita. Dunia memang berubah dengan pesat, namun Tuhan tidak berubah.
  2. Agar hamba Tuhan sebagai pemimpin mempertahankan integritasnya. Kunci berkat terletak dalam karakter yang serupa Kristus.
  3. Pemimpin harus berjalan dari bawah. Mimpilah besar, namun jangan hanya bermimpi. Ada prinsip melayani yaitu mulai dari menjalani hal-hal kecil. Belajar melayani dari orang-orang besar. Albert Schweitzer (misionari, musisi, dan humanis agama) pernah berkata tentang arti pelayanan, “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada pada masa depan Anda, tetapi saya hanya tahu satu hal: di antara kalian yang akan memiliki kebahagiaan adalah mereka yang sungguh mencari dan mendapatkan prinsip bagaimana melayani.”[5]

Selamat melayani di ladang Tuhan. Tantangan besar, tetapi tetap maju. Jangan pernah mundur. Tuhan menyertai kita semua. Amin.



[1] Maxwell, “How to be a Christlike Servant Leader”, 42-3.

[2] John C. Maxwell, Developing the Leaders Within You (Nasville: Thomas Nelson, 1993), 173.

[3] Ibid, 173-5.

[4] Ibid, 178.

[5] Maxwell, “How to be a Christlike Servant Leader”, 50.

Monday, May 21, 2007

Mengembangkan Karakter Pemimpin Kristen

Mengembangkan Karakter Pemimpin Kristen

Oleh Daniel Ronda[1]

Pendahuluan

Adalah hal yang mustahil memisahkan antara kepemimpinan Kristen dengan karakternya, antara kepemimpinan Kristen dengan kehidupan spiritualitasnya. Ini adalah yang paling penting dan absolut bila hendak menjadi pemimpin Kristen yang efektif. Di dalam gereja, setiap pemimpin gereja yang potensial akan kena diskualifikasi bila tidak menunjukkan kehidupan kerohanian yang baik. Itu sebabnya Yesus memberikan teladan dengan menjadi manusia, agar para pemimpin Kristen memiliki roh seorang hamba Tuhan yang dimampukan dan diperkaya oleh Roh Kudus.[2]

Apalagi bangsa ini sangat membutuhkan pemimpin yang memiliki karakter. Bangsa Indonesia terlalu banyak diliputi skandal, termasuk di dalamnya bidang pemerintahan (yudikatif, legislatif, ekskutif), di dunia olahraga, pendidikan, bahkan gereja juga tidak terbebas dari skandal. Bangsa ini perlu ditolong terutama dalam membangun karakternya, dan kita semua harus berperan di dalamnya.

Pembahasan dalam tulisan ini adalah membahas karakter para pemimpin gereja serta perannya dalam mengembangkan karakter bangsa, paling tidak menjadi teladan. Karakter yang dimaksud, bukan berbicara soal dedikasi dan kekudusan, yang walaupun itu adalah esensial. Tetapi karakter berbicara tentang manusia sebagai ciptaan Allah yang berperan mentransformasi (mengubah) dunia ini.

Keunikan Karakter

Karakter atau pribadi atau oknum adalah suatu istilah yang menunjuk kepada sesuatu yang hidup yang diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah. Ini adalah yang sangat penting diketahui dalam kepemimpin Kristen karena manusia adalah pribadi yang diciptakan Allah itu memiliki keunikan khusus yang tidak ada duanya di muka bumi ini. Saya adalah saya, di mana tidak ada orang yang bisa menyamakannya. Jadi karakter atau kepribadian setiap kita masing-masing adalah unik, tidak dapat terulang, tidak dapat dikopi orang lain. Inilah yang berharga yang manusia miliki.

Itu sebabnya ketika berbicara tentang mengembangkan karakter pemimpin dan bagaimana dia bisa menjadi teladan, maka bukan berarti menciptakan keseragaman, tetapi pengembangan yang mengikuti model dan teladan dari Allah di dalam pribadi Yesus Kristus. Setiap pemimpin Kristen memiliki keunikan khusus sebagai pribadi di mata Tuhan. Tulisan ini tidak bermaksud menjadikan semua orang seragam, tetapi memperkembangkan pribadi sesuai dengan apa yang Tuhan sudah beri dalam kehidupan setiap orang.

Pemimpin adalah Kunci

Di dalam tren dunia manajemen umum, fokus keberhasilan adalah kepada pemimpin. Peter Drucker (seorang pakar manajemen) berkata, bahwa “Sesungguhnya, para eksekutif yang tidak mengatur dirinya untuk menjadi efektif maka ia tidak akan dapat berharap untuk dapat mengatur rekan atau bawahannya.- Indeed, executives who do not manage themselves for effectiveness cannot possibly expect to manage their associates and subordinates.”[3]

Seorang pemimpin tidak dapat berharap banyak bila hanya mengandalkan perubahan pada orang lain, karena perubahan itu harus terjadi dulu pada diri sang pemimpin. Itu sebabnya kepemimpinan sebagai agen perubahan (agent of changes) harus melihat diri dan karakter yang ada pada dirinya.

Persoalan yang sering dihadapi oleh para pemimpin dewasa ini ada beberapa hal.[4] Pertama, godaan untuk merasa cukup (self-sufficient). Godaan ini adalah para pemimpin merasa dirinya tidak memerlukan orang lain, padahal dia perlu. Dia tidak perlu lagi belajar, tidak perlu bekerjasama dengan orang lain, karena sudah merasa diri cukup dengan gelar kesarjanaan yang diperolehnya. Padahal di dunia sekarang ini saling ketergantungan, kerjasama, jaringan kerja (networking) sangat penting untuk mencapai keberhasilan. Apalagi kita tidak merasa perlu bergantung kepada sang pencipta, yaitu Allah. Secara jelas Yesus berkata bahwa tanpa Aku, kamu tidak akan dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5).

Godaan yang kedua adalah ingin menjadi spektakuler yang biasa disebut dengan mental selebritis (celebrity mentality). Yang dimaksud di sini ingin cepat menjadi terkenal dengan segera, dan bukannya bergantung pada Tuhan tetapi kepada kharisma dan pengaruh diri dan bakatnya. Kecenderungan untuk menjadi cepat terkenal dan berhasil menyebabkan banyak pemimpin muda terjebak ke dalam frustasi, karena ketidakseimbangan antara keinginan dan karakternya yang belum matang di pelayanan.

Godaan yang ketiga adalah keinginan yang berpusat pada diri (self-centered desire) untuk berkuasa. Keinginan ini muncul dalam bentuk ingin menguasai orang-orang, gereja, keuangan. Padahal dalam pelayanan jemaat adalah milik Kristus.

Oleh sebab itu pengembangan karakter bangsa harus dimulai dari diri sendiri yang memiliki hubungan yang akrab dengan Kristus yang adalah pemimpinnya. Ada beberapa karakter yang perlu dikembangkan pada diri terlebih dahulu sebelum dapat mempengaruhi orang lain:

1. Memimpin dengan contoh

Banyak orang yang membicarakannya, tetapi hanya sedikit orang yang benar mengertinya. Banyak orang ingin menjadi teladan, tetapi hanya sedikit yang mencapainya.

Seorang pemimpin Kristen adalah berperan untuk membentuk karakter Kristen, bukan mentransfer pengetahuan teologi atau tahu Alkitab. Sebagai seorang pemimpin gereja atau di pelayanan lainnya, tugasnya adalah pembentukan karakter Kristen.[5]

Bila demikian maka pemimpin sendiri harus memiliki karakter yang bertanggung jawab dan memimpin dengan contoh (leading by example). Ketika kita belajar sejarah gereja, apakah yang kita pelajari sehingga nama-nama dan karya mereka harus kita pelajari? Itu karena para pemimpin memiliki suatu karakter yang agung sehingga layak untuk ditulis sebagai sejarah. Sejarah para tokoh gereja adalah betapa mereka sebagai manusia telah menjadi teladan dalam karyanya yang semuanya bermuara dari karakternya. Nama seperti Paulus, Timotius, Agustinus, Polikarpus, Martin Luther, Calvin, Karl Barth, John wesley (dan banyak nama lainnya tidak disebut di sini), semuanya dicatat karena karakternya dapat menjadi teladan bagi kita. Pertanyaannya adalah apakah sejarah akan memperlakukan kita sama seperti mereka, karena teladan karakter yang kita miliki? Waktu yang akan berbicara karena “time is the most faithful witness to your personality”.

Hal lainnya adalah perintah Paulus meminta calon pemimpin yang dibinanya dalam hal ini Timotius dan Titus untuk bertumbuh dalam tiga hal yaitu kerohanian, kepribadian, dan kemahiran/keterampilan (I Tim 4:12; Tit 2:7-8). Paulus bersikeras bahwa mereka harus menjadi teladan dalam seluruh aspek kehidupan rohani, karakter dan keterampilan mereka dalam mengajar dan mengembangkan karunia rohani mereka.[6]

2. Memimpin dengan integritas

Di dalam sebuah survey di Amerika yang ditujukan kepada kurang lebih 1300 para pimpinan perusahaan dan pejabat di pemerintahan, mereka ditanya kualitas apakah yang paling penting dimiliki untuk dapat sukses menjadi pemimpin. Jawabannya menarik karena secara mayoritas (71%) mereka memilih jawaban sebagai yang terpenting: integritas.[7]

Arti kata integritas adalah keadaan yang sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang. Seseorang yang memiliki integritas tidak meniru orang lain, tidak berpura-pura, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang perlu ditakuti. Kehidupan seorang pemimpin adalah seperti surat Kristus yang terbuka (II Kor 3:2).

Beberapa ciri dari intergritas seorang pemimpin Kristen: pertama, hidup sesuai dengan apa yang diajarkan; kedua, melakukan sesuai dengan apa yang dikatakan; ketiga, jujur dengan orang lain; keempat, memberikan yang terbaik bagi kepentingan orang lain atau organisasi daripada diri sendiri; kelima, akan hidup secara transparan.[8]

Integritas sebagai karakter bukan dilahirkan, tetapi dikembangkan secara satu lepas satu di dalam kehidupan kita melalui kehidupan yang mau belajar, keberanian untuk dibentuk Roh Kudus. Itu sebabnya seorang pemimpin terkenal berani berkesimpulan, bahwa karakter yang baik akan jauh lebih berharga dan dipuji manusia dibandingkan dengan bakat atau karunia yang terhebat sekalipun. Kegagalan sebagai pemimpin bukan terletak kepada strategi dan kemampuannya dalam memimpin, tetapi kepada tidak adanya integritas pada diri pemimpin.[9]

Pepatah Melayu berkata, “Semakin tinggi monyet naik ke atas pohon, semakin kelihatan pantatnya yang jelek.” Memang kepemimpinan selalu menjadi sorotan dan ketika seseorang menjadi pemimpin, mulai kelihatan kelemahannya. Tetapi mengembangkan integritas akan menolong kita menghadapi hal ini.

3. Memimpin dengan jiwa dan roh[10]

Yang dimaksud dengan memimpin dengan jiwa dan roh adalah pelayanan kita nantinya bukan hanya soal pekerjaan laksana seorang upahan. Sebagai contoh (ini bukan kisah nyata, tetapi bisa terjadi di kota-kota besar), seorang majelis bertanya kepada gembala dan stafnya “Mengapa Anda sebagai gembala tidak berkunjung?” “Karena tida ada uang transport, apalagi gaji yang kecil ini tidak cukup untuk makan sebulan” jawab mereka. Baiklah, pikir majelis yang kemudian memutuskan memberi uang transport. Ternyata beberapa bulan kemudian perkunjungan tidak jalan dan hanya sesekali, sehingga ditegur kembali. Jawab sang gembala dan staf, “Memang ada uang transport, tetapi waktu tidak cukup, bayangkan untuk perkunjungan satu jemaat diperlukan waktu berjam-jam apalagi naik pete-pete.” Majelis kemudian memutuskan membelikan motor kepada mereka, dan terjadi semangat, tetapi tidak jalan juga setelah beberapa bulan. Ketika ditegur, mereka katakan “Wah, harus buat jadwal Pak majelis, karena kalau tidak kita akan berkunjung tabrakan. Akan ada jemaat yang satu minggu dikunjungi beberapa kali.” Ketika sudah diatur jadwal perkunjungan, ternyata tidak jalan juga perkunjungan. Dengan heran majelis bertanya, “Apa lagi?”. Jawab sang gembala dengan staf, “Wah, Pak kami sudah banyak anak sekarang, dan tidak ada lagi yang menjaga mereka. Jadi saya harus jaga mereka.”

Cerita di atas hanya fiktif, tetapi tujuannya untuk menggambarkan bahwa banyak pemimpin tidak lagi memiliki jiwa dan roh pelayanan. Jawaban para pemimpin di atas masuk akal (rasional), tidak ada yang bisa membantahnya. Tetapi satu yang hilang adalah panggilan pelayanan (sense of calling). Cerita ini menggambarkan betapa kita tidak memiliki hati seorang hamba. Yang ada adalah mental pekerja upahan, yang bekerja munurut standar upah. Tidak ada kecintaan akan pekerjaan dan mau berkorban untuk-Nya.

Kisah tentang Yesus yang membasuh kaki murid-muridNya dalam Yohanes 13 seharusnya menjadi teladan kita. Karena di sana seorang pemimpin adalah berjiwa hamba. Yang dimaksud pemimpin yang memiliki hati hamba adalah pemimpin yang dimotivasi oleh kasih untuk melayani, kasih yang berinisiatif melayani di mana murid-muridNya saling menunggu, dan yang memberikan teladan.

Albert Schweitzer (misionari, musisi, dan humanis agama) pernah berkata tentang arti pelayanan, “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada pada masa depan Anda, tetapi saya hanya tahu satu hal: di antara kalian yang akan memiliki kebahagiaan adalah mereka yang sungguh mencari dan mendapatkan prinsip bagaimana melayani.”[11]

Pemimpin yang melayani dengan jiwa dan roh akan membentuk karakter dari pemimpin itu menuju ke arah watak Kristus.

Peran Pemimpin Kristen

Bila pemimpin dapat mengembangkan karakter dan pribadinya dengan baik, maka dia akan mampu mempengaruhi orang lain, di mana dia akan berperan dalam pembentukan karakter bangsa. Karakter bangsa apa saja yang bisa kita bentuk dengan profesi kita, sebegai pemimpin Kristen? Ada beberapa bidang yang sangat diperlukan bangsa kita:

1. Pengaturan waktu (time management)

Aplikasi praktis dari kepemimpinan yang dapat menjadi teladan, memiliki integritas dan melayani dengan jiwa dan roh adalah kemampuan untuk dapat menyumbangkan perhatian terhadap pentingnya mengelola waktu dengan efektif dan efisien.

Bangsa kita dikenal dengan bangsa yang santai, “jam karet”, dan tidak pandai menata waktu. Penataan waktu adalah termasuk berbicara tentang bagaimana mengelolanya sehingga kemajuan yang bisa dicapai dalam waktu yang lebih cepat dan tepat.

2. Kerja keras (hard work)

Bekerja keras juga menjadi tantangan bangsa ini, karena seringkali etos kerja sangat lemah. Pemimpin harus memberikan teladan dalam bekerja, karena bekerja adalah panggilan dan ibadah. Bekerja keras harus ditambah dengan bekerja dengan pintar (smart work).

3. Ketekunan (persistence)

Pemimpin perlu mengajarkan jemaat/masyarakat tentang ketekunan dalam bekerja. Keinginan untuk menjadi cepat sukses mungkin akan menjadi masalah, bila tidak memiliki karakter ketekunan untuk menapak karir selangkah demi selangkah.

4. Kejujuran (honesty)

Tanpa kejujuran, pemimpin tidak akan pernah berhasil menggerakkan orang lain, karena inilah yang esensial dalam kehidupan seorang pemimpin. Menjadi transparan menyebabkan ada harga yang harus dibayar seperti menjadi “luka”, tetapi pemimpin yang terbuka akan mendapat banyak pertolongan.

Ketika bangsa ini banyak diliputi dengan ketidakjujuran, gereja harus menjadi pemimpin terdepan dalam menjalankan kejujuran.

5. Bertangung jawab (responsibility)

Sikap bertanggung jawab adalah sikap yang paling penting dalam karakter seorang pemimpin. Winston Churchill berkata, “Harga dari sebuah kebesaran adalah tanggung jawab- the price of greatness is responsibility”. Pemimpin harus bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, kepada pekerjaannya, kepada harta yang diterimanya, dan kepada orang yang dipimpinnya. Dengan demikian ia bisa menularkan prinsip ini kepada jemaatnya.[12]

6. Sikap positif dalam situasi apapun (positive attitude)

Sikap negatif adalah hal yang harus dihindari para pemimpin. Pemimpin Kristen harus menularkan prinsip adanya peluang dalam tantangan yang dihadapi. Bangsa ini sejak lama dilanda krisis, tetapi mungkin krisis yang terbesar adalah tidak memiliki sikap yang positif dalam menghadapi berbagai tantangan. Ilustrasi untuk ini: Seorang pemilik perusahaan sepatu meminta seorang manajernya untuk merintis toko sepatu di suatu tempat. Setelah survey selama dua minggu, maka manajer itu kembali dan menjleaskan bahwa tidak mungkin membuka toko sepatu, karena penduduk di sana tidak ada yang pakai sepatu. Tetapi pemilik perusahaan tidak puas. Dia mengutus satu orang manajer lain untuk mengadakan survey. Dua minggu kemudian datang laporan bahwa kita harus segera membuka pabrik sepatu, karena penduduk di sana tidak ada yang pakai sepatu. Kejadian dan peristiwa sama, namun sikap terhadap keadaan itu berbeda. Pemilik perusahaan sepatu senang dengan sikap positif dan terbukti bahwa membuka toko sepatu di sana membuat usahanya berhasil

Hal di atas menyangkut hal-hal yang bersifat umum. Yang bersifat khusus sebagai komunitas Kristiani adalah perlu ditambah dengan membawa umat Allah menjadi serupa dengan Kristus. Dengan kata lain peran pemimpin gereja adalah membawa umat Allah memiliki watak Kristus. Dan ini adalah proses yang berlangsung seumur hidup manusia.

Refleksi

Peran pemimpin Kristen cukup signifikan pada abad ini, karena dengan era globalisasi ini, identitas yaitu karakter Kristus perlu dipertegas dalam kehidupan kekristenan. Pada sisi lain, pemimpin Kristen dapat memberi kontribusi positif bagi bangsa bila dimulai dari mengembangkan kepemimpinan yang dimulai dari diri dan orang-orang di sekitar kita.



[1] Ketua STT Jaffray Makassar Periode 2006-2011.

[2] Lihat John Maxwell, “How to be a Christlike Servant Leader,” dalam buku Leading with Vision, comp. by Dale Galloway (Kansas City, Miss.: Beacon Hill Press, 1999), 42.

[3] Peter F. Drucker, The Effective Executive (NY: HarperBussines Books, 2002), ix.

[4] Maxwell, “How to be a Christlike Servant Leader”, 42-3.

[5] Bdk. dengan Mary Setiawani & Stephen Tong, Seni Membentuk Karakter Kristen (Jakarta: LRII, 1995), 38.

[6] Dari Bob Jokiman, “Dasar-Dasar Alkitabiah Pengembangan Kepemimpinan” (Jurnal Teologi dan Pelayanan, Vol 4 Nomor 1, April 2003), 87-106.

[7] John C. Maxwell, Developing the Leaders Within You (Nasville: Thomas Nelson, 1993), 173.

[8] Ibid, 173-5.

[9] Ibid, 178.

[10] Saya mendapat pencerahan ide ini dari buku J. Ellsworth Kalas, Preaching from Soul (Nashville: Abingdon Press, 2003).

[11] Maxwell, “How to be a Christlike Servant Leader”, 50.

[12] Maxwell, Developing the Leaders Within You, 170-2.

Monday, May 7, 2007

Berita Penamatan dari ATS

First Graduating Class of International Leaders from Beeson Program

April 30, 2007
Contact: Tina Pugel, Director of Communications (859) 858-2277

For Immediate Release

Wilmore, KY—First Graduating Class of International Leaders from Beeson Program at Asbury Theological Seminary

The first class International leaders will graduate from the Beeson International Center for Biblical Preaching and Church Leadership at Asbury Theological Seminary. This full-scholarship program provides the resources for international leaders to receive a doctor in ministry degree while still maintaining their leadership positions within their country of origin. This first graduating class represents 11 countries from around the world that are in a variety of leadership positions ranging from educators, medical missionaries, administrators and pastors. The conferring of their degrees will be held at the Asbury Theological Seminary graduation services Saturday, May 19, 2007.

Dr. Randy Jessen, dean of the Beeson International Center for Biblical Preaching and Church Leadership states, “This first graduating class of Beeson International Leaders represent a long line of highly effective Christian leaders serving in impact areas around the world. We are blessed by their Asbury connection."

The Beeson International Center for Biblical Preaching and Church Leadership was created in 1991 from the generous gifts of Ralph Waldo Beeson, a successful insurance executive who put God first in everything. Housed within the Beeson Center are two distinct doctoral programs, the North American pastors program and the International Leadership program.

The International Leadership program selects international leaders who cannot leave their ministries for extended study, but still desire to advance in leadership in order to multiply the Church in their home country. Because of our commitment of the belief that ‘the world is our parish,” Asbury Seminary has created this doctoral track exclusively for international leaders. Our mission is to develop strong, international leaders of leaders.

The Beeson International Center for Biblical Preaching and Church Leadership 2007 graduating class*:

  • Emmanuel K. Asare-Kusi, Ghana
  • Andrie Blinkov, Russia
  • Alman (John) Chan, China, Hong Kong
  • Cecil Clements, India
  • Eduardo Drachenburg, Argentina
  • Peter Dogo Korosi, Nigeria
  • Daniel Ronda, Indonesia
  • Nabil Elia Samara, Israel
  • Norival Trindade, Jr., Brazil

*Two additional students will graduate but due to the nature of their country of origin it is necessary to keep their identities confidential.

About Asbury Theological Seminary

Asbury Seminary is a multi-denominational, multicultural graduate school of theology with three campus locations: Kentucky, Florida and Virtual, committed to teaching the unchanging truth of historic Wesleyan Christianity through the most dynamic means available. On the Wilmore campus, Asbury offers a variety of degrees, including the master of arts, master of divinity, master of theology, doctor of missiology, doctor of ministry and doctor of philosophy in intercultural studies, evangelism and biblical studies. The Florida campus is accredited to offer the master of divinity and the master of arts in Christian ministry, counseling and pastoral counseling degrees. The extended learning program allows students to earn one-half of the master of arts or two-thirds of the master of divinity degree on-line. Total current enrollment is approximately 1,700 students, representing 86 denominations and 42 countries.

Diambil dari www.asburyseminary.edu

Friday, April 27, 2007

MENGHADAPI TEKANAN DARI REKAN KERJA

BAGAIMANA MENGHADAPI TEKANAN REKAN KERJA?

Oleh Pdt. Daniel Ronda

“Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik,” I Korintus 15:33.

Pengantar

Setiap orang Kristen (termasuk aparat negara yang beragama Kristiani) dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan:

  1. Apakah yang dimaksud dengan etika? Apakah sama dengan moralitas?
  2. Apakah saya harus jujur di tengah tekanan rekan seprofesi?
  3. Saya ingin melakukan kehendak Allah, tetapi bagaimana saya tahu kehendak Allah dalam kehidupan kita?

Definisi Etika

Etika adalah sama dengan moral (Verkuyl) yaitu membahas dan menilai tentang sesuatu perbuatan yang baik dan jahat. Etika memberikan penilaian terhadap suatu perbuatan dan bukan hanya melihat perbuatan lahiriah, tetapi melihat lebih dalam yaitu sesuatu yang di dalamnya yaitu motif suatu perbuatan.

Etika bukan pelajaran etiket, walaupun etiket itu penting. Karena etiket hanya memfokuskan kepada sopan santun, hal-hal lahiriah, sedangkan etika menyangkut soal di dalam hati, motif yang menyertainya.

Tujuan Etika

Tujuan hidup manusia adalah memuliakan Allah dan menikmati persekutuan dengan Dia selama-lamanya (Westminster Short Cathecism). Ini pula menjadi tujuan etika. Sebagai orang percaya kita ingin menyenangkan hati Allah dan menikmati berkat-berkatNya. Itu sebabnya kita memerlukan suatu penuntun yang membuat kita senantiasa berjalan dalam kehendakNya.

Etika Kristen juga bertujuan agar manusia dapat menjadi saksi bagi dunia, di mana dunia melihat Kristus melalui kehidupan kita.

Sebagai warga kerajaan Allah, maka hidup kita pun menunjukkan jati diri dengan menerapkan etika kerajaan Allah.

Prinsip Pengambilan Keputusan

Masalah yang terbesar yang dihadapi orang Kristen adalah apakah mungkin mempertahankan kejujuran di tengah-tengah dunia ini? Kemudian bagimanakah saya tahu kehendak Tuhan dalam hidup saya? Misalnya, soal jurusan pendidikan, jodoh, karier, masa depan, menjadi hamba Tuhan atau yang lainnya!

Dalam tulisan ini setidaknya ditawarkan (secara sederhana) yaitu ada 4 dasar bimbingan dalam menuntun dalam pengambilan keputusan etis: 1) Alkitab; 2) Roh Kudus; 3) Nasehat dari orang lain (orang yang lebih rohani); 4) Hati Nurani.

  1. Alkitab (Firman Allah)

Bagi orang Kristen Alkitab adalah sumber utama dalam pengambilan keputusan. Ini yang terutama, karena Roh Kudus, nasehat, hati nurani tidak dapat bertentangan dengan Alkitab.

Di dalam Alkitab kita menemukan pengajaran yang berisi perintah, prinsip-prinsip kebenaran, dan contoh-contoh. Di dalam Alkitab dijelaskan manfaat Alkitab itu sendiri yaitu untuk menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, mendidik dalam kebenaran, dan diperlengkapi perbuatan baik (II Timotius 3:16-17). Itu sebabnya Alkitab sangat diperlukan dalam seluruh bidang kehidupan. Jadi dalam mencari kehendak Allah, maka Alkitab harus menjadi yang pertama dan terutama.

  1. Roh Kudus

Allah telah mengutus Roh Kudus ke dalam dunia untuk menuntun manusia (I Kor 2:10-12; Yoh 14-16). Ini bukan cara-cara magis dalam mencari pimpinan Tuhan, tetapi Roh bekerja dengan cara memberi pengertian kepada Alkitab yang kita baca; Roh juga memberikan damai sejahtera atas keputusan yang diambil (tentunya tidak bertentangan dengan Alkitab); Roh Kudus menuntun kita kepada jalan yang kita tempuh.

  1. Nasehat dari orang lain (yang lebih rohani)

Allah seringkali juga memakai orang lain untuk menemukan kehendak Allah dalam kehidupan kita. Ini bukan maksudnya ada orang akan mendikte hidup kita. Karena manusia bertanggung jawab secara pribadi atas keputusan yang diambilnya. Namun demikian, orang yang dewasa iman akan dapat melihat suatu persoalan lebih obyektif dan pengalaman mereka menolong orang yang kurang berpengalaman (Baca Amsal 12:15; 13:10; 11:14).

Cuma harus mengetahui kepada siapa kita bertanya atau minta tolong (jangan sampai salah orang). Jadi orang yang dicari nasehatnya adalah orang yang dewasa imannya yaitu komitmen kepada kekudusan, rohani, dan berpegang kepada Alkitab. Orang itu haruslah matang secara rohani, dan bukan setiap orang Kristen dapat dimintai nasehatnya.

  1. Hati nurani

Setiap manusia memiliki hati nurani. Hati nurani adalah kata hati yang menuduh/menghakimi kita bila berdosa (2 Sam 24:10), membela kita bila melakukan kebenaran, memuji tindakan benar kita, serta menilai diri sendiri (seperti ada percakapan dalam diri). Banyak contoh yang bisa kita diskusikan bersama.

Tetapi hati nurani yang dapat dipercaya adalah hati nurani yang telah percaya kepada pimpinan Roh Kudus, dan berusaha menyenangkan hati Allah dalam kehidupan kita. Karena tidak semua hati nurani dapat dipercaya, apalagi bila hati nurani sudah tumpul oleh dosa.

Bagaimana menghadapi tekanan rekan seprofesi?

Sebagai manusia pengaruh di sekitar kita itu sangat kuat, seperti media (baca iklan), persahabatan dengan teman-teman kantor, sekolah, dlsb. Tidak mudah memiliki prinsip bila di tengah teman-teman yang berbeda keyakinan, apalagi adanya ajakan untuk berbuat salah/dosa. Malahan kita yang sering terjebak dalam kehidupan yang tidak benar mereka. Kita pun menghadapi dilema, bila tidak ikut berarti mendapat cap “sok suci”, dlsb. Tetapi bila ikut, kita melanggar kebenaran Firman Allah.

Di sini ada beberapa prinsip yang ditawarkan dalam menghadapi tekanan kelompok (White, 55-56):


Pertama, jadilah jujur kepada diri bahwa kita mudah sekali dipengaruhi teman, atau iklan, dlsb. Pengakuan jujur itu disampaikan kepada Allah, dan juga teman dekat yang Anda percaya. Inilah awal kematangan pribadi manusia bila menyadari kelemahannya.


Kedua, periksa apakah ada kemungkinan Anda tidak bersekutu dengan teratur kepada Allah baik dalam persekutuan pribadi maupun di gereja. Ini masalah rohani yang harus ditangani lebih dahulu.


Ketiga, kembangkanlah prinsip hidup Anda atau keyakinan pada diri. Misalnya, saya tidak akan mencoba narkoba karena… Keyakinan ini akan menjadi daya ampuh untuk melawan godaan dan tekanan.


Keempat, ketahuilah siapakah yang menjadi sumber tekanan, apakah seseorang, atau kelompok! Dari situ diketahui seberapa jauh tekanan itu berbahaya bagi kita.


Kelima, berbicaralah kepada orang lain keyakinan pribadi Anda terutama soal kejujuran dan moral. Tidak usah membuang waktu untuk mengubah orang lain, tetapi utarakan prinsip Anda.


Keenam, konsisten terhadap apa yang Anda katakan dan yakini. Mudah berubah akan apa yang Anda katakan akan membuat orang sinis, karena orang lain mengamati kata dan perbuatan.


Ketujuh, bila ada tekanan yang tidak sanggup diatasi, maka hindarilah atau larilah. Seorang yang bijak adalah orang yang menghindari tekanan (Ams 4:14,15).


Tuesday, April 24, 2007

DESAIN KASIH

Desain Kasih

(Disadur oleh Pdt. Daniel Ronda)

Mengasihi sesama adalah mandat yang diberikan sebagai murid Kristus, yaitu mengasihi sesama sebagaimana Kristus telah mengasihi kita. Kasih itu secara ideal haruslah bersifat spontan dan tanpa syarat (unconditional). Namun dalam suatu studi membuktikan bahwa kita harus mendesain bentuknya dan bekerja keras untuk mewujudkannya. Dan bila perlu ada suatu pola untuk menilai perkembangannya.

Bagaimana kita mengasihi sebagaimana Yesus mengasihi? Bagaimana kita melihat “massa” dan memiliki hati mengasihi seperti yang Yesus lakukan? Bagaimana kita dapat mengukur kasih yang kita miliki untuk melayani orang lain?

Doa adalah kunci untuk dapat mengasihi. Namun juga ada lima hal yang harus dipraktekkan untuk meningkatkan kemampuan kita mengasihi. Ada lima level yang penting untuk para pemimpin, pengurus gereja, dan kaum awam untuk dapat mengukur efektivitas dalam mengasihi sesama:

5 Level itu adalah
1) Smile (Senyum)
2) Surface (Perkataan)
3) Service (Pelayanan)
4) Surrender (Penyerahan)
5) Sacrifice (Pengorbanan)

Level Satu: Smile (Senyuman)

Cara pertama untuk masuk dalam kehidupan seseorang dengan desain kasih adalah dengan memberikan senyuman. Denis Waitley said, "A smile is the light in your window that tells others that there is a caring, sharing person inside."

Charles Gordy from Thomaston, Georgia said, "A smile is an inexpensive way to improve your looks." Senyuman menambah kecantikan/kegagahan kita, baik di dalam (internal) dan di luar (eksternal). Senyuman tidak perlu ongkos atau biaya, tetapi sangat esensi untuk membuka hubungan (channel) untuk mengasihi. Semakin banyak kita senyum semakin mudah dalam membangun hubungan. Orang akan menerima salam kita dan lebih semanagat menerima kata-kata kita. Senyuman meningkatkan pengaruh Anda. Orang akan merasa mudah mendekati seseorang yang memiliki senyum menarik daripada orang yang terus menerus serius. Peringatan: orang akan tahu bila kita tidak tulus dalam senyuman lewat wajah kita. Jangan mencoba menipunya.

Level Dua: Surface (Perkataan)

Sesudah senyuman, maka level kedua adalah menyangkut kata-kata kita dan bagaimana kita menyampaikannya. Kata-kata yang baik, menguatkan, dan mendukung adalah termasuk dalam level ini.

  • "Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak” (Amsal 25:11).
  • "Speaking the truth in love" (Ephesians 4:15).

Kata-kata dapat membukan pintu kepada hubungan yang lebih mendalam atau malah menutup pintu untuk hubungan dengan seseorang. Cara kita menyampaikan juga menjadi suatu ekspresi yang diingat seseorang dalam berhubungan.

Renungan: Jika kita ingat misi kita sebagai pelayan adalah membantu jemaat bertumbuh dalam hubungan yang indah dengan Yesus, maka kita harus menyaring apa yang kita katakan. Apakah kita berkata-kata yang membangun dan menguatkan hubungan itu, atau kita berkata-kata yang dapat orang menjauh dari Yesus?

Level Tiga: Service (Pelayanan)

Senyum dan kata-kata harus membuat kita melangkah ke level berikutnya yaitu melayani orang lain: "...layanilah seorang yang lain dalam kasih" (Galatia 5:13). Di level ini adalah level bertindak – suatu tindakan yang nampak bahwa kita mengasihi. "Whoever loves much, does much" (Thomas a' Kempis).

Dalam buku Mere Christianity (Harper SanFrancisco), C.S. Lewis menulis, "Do not waste your time bothering whether you 'love' your neighbor -- act as if you did. As soon as we do this, we find one of the great secrets. When you are behaving as if you loved someone, you will presently come to love him. If you injure someone you dislike, you will find yourself disliking him more. If you do him a good turn, you will find yourself disliking him less."

Di level ini mulai ada harga yang harus dibayar – yaitu waktu dan juga termasuk uang. Inilah tanda kedewasaan rohani kita ketika kita mulai melakukan pelayanan secara nyata kepada seseorang. Dalam level ini sekali lagi kita perlu waktu, usaha, dan energi. Hanya dengan pelayanan yang benar dari hati menunjukkan kasih kita.

Renungan: Kapan terakhir Anda terlibat dalam tindakan pelayanan kepada seseorang di jemaat kita? Kita seringkali terfokus lepada pelayanan pendelegasian tugas dan melengkapi orang lain supaya bisa melayani, tetapi kita lupa tentang pentingnya satu tindakan pelayanan kasih.

Level Empat: Surrender (Penyerahan)

Pelayanan menjadi penyerahan ketika kebutuhan orang lian menjadi lebih besar dari kebutuhan kita. Yohanes berkata: “Dia harus makin bertambah, ku harus makin berkurang” (Yoh. 3:30). Ini harus menjadi komitmen kita yaitu mengutamakan orang lain daripada kepentingan diri kita, supaya mereka diberkati.

Orang tua selalu lakukan ini untuk anaknya. Kita lebih mementingkan kebutuhan anak ketimbang kebutuhan kita. Ini sama dengan melayani orang lain. Dan ini membutuhkan intervensi ilahi supaya Tuhan beri kasih agape.

Kita tidak dapat mencapai level penyerahan tanpa mengasihi seperti Allah mengasihi. Secara praktis, hidup dengan menempatkan orang lain lebih utama.

Level Lima: Sacrifice (Pengorbanan)

Penyerahan menjadi pengorbanan bila kita rela membayar harganya secara tidak terbatas:

  • Anda berkeinginan untuk berkata, "Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13).
  • Anda mempunyai kemampuan untuk "tergeraklah hati oleh belas kasihan kepada mereka (orang banyak) karena mereka lelah dan tidak bergembala" (Mat. 9:36).
  • Anda berempati dengan "menangis dengan orang yang menangis" (Rom. 12: 15).
  • Anda mengasihi dengan melihat kota dan orang-orangnya dan menangisisnya: “Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya” (Luk. 19:41).

Kasih selalu bayar harga, selalu ada ongkos. Kasih itu mahal. Ketika Anda mengasihi, keuntungan ada pada pihak yang dikasihi. Kasih itu untuk orang lain dan bukan kita. Kasih bukan mengambil, tetapi berkorban. Sebuah ungkapan berkata: “Love is sacrificial action”.

Kasih perlu didesain. Memasuki hubungan dalam setiap level membutuhkan kesabaran, ketabahan, dan tidak putus-putusnya rindu untuk mengasihi sama seperti Yesus. Walaupun kita mendesain kasih, namun kasih itu harus spontan mulai dari “smile, surface, service, surrender, and sacrifice.” Kita tidak boleh puas dengan level kasih yang kita miliki saat ini. Ketika kita melakukannya, “others will be blessed -- our lives enriched -- and God's kingdom will grow.”

Disadur dari “Compassion By Design” oleh Danny Von Kanel. Diambil dari Asbury Online Institute, Oktober 2004. Reprinted by permission, Rev Magazine, copyright Sept/Oct 2004, Group Publishing, Inc., Box 481, Loveland, CO 80538.

Danny Von Kanel is the minister of music and education at First Baptist Church in Franklin, Louisiana. (dannyrvk@huntcom.net) and author of Built by the Owner's Design


Daniel Ronda Family Update Awal 2007 (Lama)

Di samping mendapat mandat memimpin STT Jaffray, maka saya juga harus segera menyelesaikan disertasi di Asbury Seminary. Tekanan tugas yang berat membuat disertasi masih belum ada kemajuan. Tetapi kami harus selesaikan.

Elisabet, masih bertugas sebagai penginjil sekolah di SD Zion dan juga Pembina Sekolah Minggu GKKA yang membawahi 400 anak.

Kharissa Bunga, sudah kelas 2 SMP. Dia sudah setinggi mamanya. Doakan masa pertumbuhannya dan pelayanannya di gereja sebagai singers dan penari.

Dia sangat suka menari! Dari segi akademik dia sedang-sedang saja, namun dia suka bahasa Inggris. Kami sudah membawa dia kursus bahasa Inggris, sehingga dia mengembangkan dirinya dengan lebih baik.

Bagus William, sudah kelas 5 SD. Badannya masih kecil dan kami agak khawatir dengannya. Namun dokter sudah mengatakan tidak ada masalah. Dia hobi menggambar dan bulan Juni kami akan ke Bali dan membawa dia kepada seorang pelukis (jemaat di Ubud) untuk mengajar dia menggambar dengan lebih baik.

Doakanlah

1. Penyelesaian disertasi pada bulan April dan wisuda pada bulan Mei 2007 di Asbury Theological Seminary, Amerika Serikat.

2. Pelaksanaan tugas di STT Jaffray sebagai pimpinan yang akan mengemban tugas sampai 2011.

3. Tugas pelayanan: membantu pelayanan gereja-gereja dan lembaga-lembaga baik di Makassar maupun kota-kota lainnya, pembina komisi keluarga di GKKA, pengajar Kepemimpinan di Haggai Institute, pelayanan menulis di Kalam Hidup, pembicara pada seminar di gereja, lembaga dan perusahaan-perusahaan, serta pelayanan radio.

4. Keluarga kami dalam pelayanan dan pendidikan. Kiranya dengan kesibukan pelayanan, Tuhan memberi hikmat dalam melayani keluarga.

5. Program pengembangan di STT Jaffray baik dalam kualitas pendidikan dan juga renovasi gedung-gedung yang sudah dimakan usia. Dan ini memerlukan lompatan iman dalam pendanaan.

Akhirnya, tahun 2007 adalah tahun tantangan bagi kami untuk mengembangkan STTJ dan tahun berkarya lebih baik! Tuhan memberkati.