Sunday, October 25, 2009

DENGAR KOTBAH KOK NGANTUK?

By Daniel Ronda

Pagi ini saya ke gereja dan jarang-jarang dapat kesempatan mendengar kotbah karena biasanya selalu berkotbah di mimbar. Ketika sudah tiba waktunya kotbah, seorang yang diundang khusus dari luar kota, menyampaikan kotbah. Anehnya dalam tempo lima sampai sepuluh menit saya diserang rasa kantuk yang hebat. Rasanya ingin tutup mata saja. Saya tahan mata saya karena status sebagai hamba Tuhan. Kalimat lepas kalimat berlalu diucapkan kelihatan tidak bermakna dan mengena. Tiba-tiba pernyataan Haddon Robinson masuk di kepala saya “Apa ide besarnya?”. Ini yang tidak pernah saya dapatkan. Apakah mungkin saya kurang tidur? Rasanya tidak.

Untuk membuktikannya, lalu saya lihat sekeliling dan muai bertanya apakah kalau hanya saya yang bermasalah. Ternyata di depan saya seorang ibu sibuk perhatikan brosur acara pemuda “Booming Youth” yang dibagikan pada waktu kami masuk. Di seberang kursi ada bapak mapan asyik bolak balik buletin gereja yang sudah berkali-kali dibaliknya. Seorang oma, sebelah depan kanan saya, selalu gelisah membalikkan badan dan pantat duduknya sambil menggosok-gosok tongkatnya. Mungkin dia berpikir kapan acara itu selesai. Ada ibu tiga baris di depan saya sibuk mengipasi badannya dengan buletin gereja, padahal ruangan sudah cukup dingin. Suasana sungguh terasa lesu. Bahkan seorang Ibu sebelah sudut kiri kursi saya asyiki ber-sms ria sambil menyembunyikan telepon selulernya (hp) di balik Alkitab.

Rick Warren mengingatkan kita para pengkotbah, bahwa
Preaching is all about bridging THEN (interpretation) and NOW (application). The bridge is the Timeless Principle.” Kotbah adalah “menjembantani” masa lalu Alkitab lewat penafsiran yang baik dan penerapan prinsip-prinsip itu kepada masa kini. Konsep penjembatanan adalah kunci kotbah yang menarik. Banyak kali kita berkotbah hanya bagi diri, kita senang memfokuskan pada beritanya, kita asyik dengan argumen kita, tidak peduli apa jemaat mengerti atau berhubungan dengan kehidupannya. Itu sebabnya pengkotbah tidak peduli kalau jemaatnya gelisah, karena fokus kepada uraian penafsiran teks Alkitab yang berhubungan dengan masa lalu di Israel.

Namun ada juga yang asyik dengan aplikasi yang kelihatan menarik namun kadang tidak sesuai dengan teks yang dibahas. Sibuk dengan cerita dan ilustrasi masa kini, yang sebenarnya mengena dalam kehidupan sehari-hari, namun miskin prinsip penjembatanan.

Soal tidak sesuai antara judul dan isi kotbah, memang seringkali pengkotbah terjebak untuk mengangkat banyak ide besar. Pagi ini topik kotbah seringkali dikembangkan dari aslinya. Saya mulai mendengar pengkotbah mulai berbicara tentang rasa malu, lalu rasa bersalah, dan topik yang sepertinya penting yaitu perlunya air hidup. Namun ditambahkan topik misionari dan eksploitasi perempuan dari kisah perempuan Samaria. Aduh kok banyak sekali gagasan yang hendak disampaikan? Di sini tidak ada benang merah yang ingin disampaikan. Dari gagasan tentang pertobatan, kegagalan gereja menjadi saksi (semangat reformasi yang hilang), sampai kepada usaha misi. Wow!!!

Berkotbah bukan gampang, namun kalau tidak ada saya berikan analisa yang begini, banyak hamba Tuhan akan menggampangkan berdiri di mimbar. Seorang pengkotbah perlu terus menyempurnakan cara ia menyampaikan Firman Tuhan. Tentu prinsip rohani seperti berdoa, “berendam” dalam teks Firman adalah hal dasar yang harus dilakukan pengkotbah. Namun sudahkah kita berani mengevaluasinya? Tolong... jangan bikin ngantuk jemaat!

Friday, October 23, 2009

SEKS YANG BAIK

Oleh Daniel Ronda

Artikel sederhana ini merupakan saduran tentang seks yang baik dalam pernikahan Kristen. Ini bagian dari ceramah yang akan disampaikan dalam Komisi Pasutri Gereja Kristen Kalam Kudus Makassar, Oktober 2009:

A. Fakta Alkitab tentang seks:

  1. Seks memiliki kekuatan yang dahsyat (Kej 2:23-24)

Menjadi satu daging. Seks bukan hanya kesatuan fisik, tetapi juga kesatuan emosional, psikologis dan rohani. Dia laksana 2 kertas yang dilem menjadi satu. Bila coba dipisahkan akan menjadi robek. Seks mengikat tali perkawinan lebih dalam dan kuat.

Seks menjadi alat di tangan Tuhan sebagai pro-kreasi, di mana kuasa penciptaan Allah terjadi lewat hubungan seksual.

  1. Seks merupakan penemuan dan pencarian seumur hidup

Bacalah kitab Kidung Agung. Di sini Allah menghendaki manusia untuk menikmati seks, mengeksplorasi tubuh lewat membangkitkan gairah dan mencapai puncak. Tetapi film-film telah merusak citra seks, sehingga seks yang menggairahkan kalau baru bertemu (one night stand) atau perselingkuhan (affair).

Baca Amsal 5:18-19. Allah menghendaki pasangan menikmati hubungan seksual.

  1. Seks merupakan “bumbu” yang paling esensial dalam pernikahan.

Baca I Kor 7:3-5.

- Jangan membuat seks sebagai senjata untuk menghukum pasangan.

- Jangan pakai sebagai alat untuk memisahkan diri karena Setan bisa memakai keterpisahan untuk menghancurkan perkawinan.

- Analogi: seks adalah sebuah “busi motor”. Benda yang kecil tetapi sangat penting dalam kehidupan pasangan suami istri. Ia juga laksana garam dalam masakan.

  1. Seks adalah tindakan memberi

Baca: Ef 5:21-22, 25, 28-33. Janganlah seks menjadi alat pemuas diri, tetapi memberikan yang terbaik bagi pasangan. Belajar untuk memberikan kepuasan bagi pasangan. Masalah hubungan seks biasanya muncul ketika level keinginan berbeda terutama pada masa stres, kehamilan, dan pasca melahirkan. Jangan hanya menuntut pasangan memenuhi kebutuhan seks, tetapi belajar memahami situasi pasangan.

B. Enam kualitas sebagai pencinta ulung:

Masalah seks dalam pernikahan:

“Laki-laki tidak mendapat cukup seks; perempuan tidak mendapat cukup romantisme; Laki-laki langsung mau ke tujuan; perempuan mau lewat proses (jalannya); Laki-laki seperti kompor gas: langsung panas dan langsung dingin; perempuan seperti kompor listrik: lambat panas dan juga selesainya lambat dingin.”

Prinsip menjadi pencinta ulung dalam hubungan suami istri:

  1. Komunikasi yang baik

Seks menjadi bermasalah bila komunikasi suami istri bermasalah. Bangun komunikasi yang baik untuk mendapatkan seks yang baik.

  1. Kelembutan

- Melibatkan waktu untuk membangun romantisme dan keinginan (nafsu).

- Jangan hanya menyentuh istri bila hendak melakukan seks. Ini tanda yang buruk.

- Istri akan memberikan tubuhnya jika dia merasa aman, dikasihi, dan mesti merasa khusus.

- Jangan ada kekerasan dalam rumah tangga

- Survey: sebagian besar istri tidak tertarik badan macho, tetapi tertarik dengan pria yang lembut dan romantis.

  1. Responsif

Istri perlu memberikan respons atas cinta dan keinginan suaminya. Dia perlu bertindak atraktif terhadap suaminya. Istri tidak perlu malu, bahkan harus berani. Bacalah Kidung Agung 7:12-13.

  1. Romantis

Pasangan suami istri perlu menciptakan suasana yang mendukung adanya kegairahan dalam kehidupan suami istri.

  1. Antisipasi

- “The best sex starts at breakfast”.

- Perlu punya pikiran yang baik dan sehat.

- Hilangkan stres dan tekanan.

  1. Variasi

Seks yang baik meliputi kreativitas, pemikiran dan variasi

- Tempat melakukan hubungan seks

- Variasi dalam waktu

- Variasi dalam suasana (kamar)

- Variasi atas rutinitas. Atas dasar suka sama suka, menjaga kehormatan, dan pencapaian kepuasan bersama.

Wednesday, October 21, 2009

KEPENUHAN ROH KUDUS (2)

Oleh Daniel Ronda[1]

Masalah Baptisan Roh

Pribadi Roh Kudus adalah pribadi yang tidak kalah pentingnya dalam doktrin Kristen. Roh Kudus adalah Allah sendiri. Tetapi dalam penerapan ajaran tentang Roh Kudus menimbulkan kontroversi di dalam gereja-gereja. Topik-topik yang kontroversial itu antara lain baptisan Roh Kudus serta tanda yang mengiringi baptisan Roh.

Sedikitnya ada dua ajaran yang berbeda tentang baptisan Roh Kudus yang dianut gereja (bagi kaum evangelikal):

Pertama, ajaran yang percaya bahwa seseorang yang dibaptis air di dalam nama Kristus pada saat yang sama juga dibaptis dalam Roh. Paulus menyatakan kepada jemaat di Efesus bahwa mereka dimeteraikan oleh Roh Kudus pada saat percaya kepada Kristus (Efesus 1:13). Sehingga tidak diperlukan lagi baptisan Roh Kudus sebagai pengalaman yang berbeda setelah baptisan dalam nama Yesus. Yang diperlukan bagi setiap orang percaya adalah berjalan di dalam Roh atau yang biasa disebut kepenuhan Roh Kudus. Umumnya pandangan ini dianut oleh kaum evangelikal. Bagaimana dengan adanya peristiwa baptisan Roh Kudus yang berbeda dengan pengalaman pertobatan seperti yang ada dalam Kisah 2, 8, 10, 19? Bagi kaum evangelikal, Roh Kudus tercurah atas empat grup yaitu orang Yahudi, Samaria, orang-yang takut akan Allah (God fearers), dan orang kafir untuk menunjukkan bahwa mereka mulai saat itu terhisab di dalam gereja atau masuk dalam satu tubuh yaitu gerejaNya.[2] Lagipula peristiwa-peristiwa yang terjadi itu bukanlah merupakan suatu pengajaran yang bersifat dogamtis dan hanya berupa uraian. Rumus penafsiran kaum evengelikal adalah bahwa hermeneutika yang benar tentang ajaran Kristen adalah “harus dibangun hanya pada bagian-bagian Alkitab yang bersifat didaktis (bersifat ajaran).”[3]

Kedua, bahwa setiap orang yang telah dibaptis dalam nama Yesus memerlukan pengalaman kedua yaitu baptisan Roh yang berbeda waktunya dengan baptisan yang pertama. Umumnya ayat-ayat yang diambil adalah Kis. 2, 8, 10, 19. Ayat-ayat yang dipakai untuk menjelaskan adanya pengalaman yang berbeda. Walaupun demikian mereka juga menganggap pentingnya dipenuhi oleh Roh Kudus. Umumnya pandangan ini dianut oleh gereja-gereja Pentakosta, Sidang Jemaat Allah dan Gerakan Kharismatik atau Neo-Pentakosta (yang notebene juga masih merupakan bagian dari kaum evengelikal).

Kedua ajaran ini tidak dapat dipersatukan dan masing-masing berpendapat bahwa ajaran mereka berasal dari Alkitab. Namun isu ini perlu diangkat untuk mengetahui bahwa gereja-gereja memiliki pemahaman yang berbeda tentang hal ini.

Pentingnya dipenuhi Roh Kudus

Kepenuhan Roh ada hubungan erat dengan pengajaran baptisan Roh itu. Setiap orang perlu mengalami kepenuhan Roh di dalam hidupnya setelah pertobatan atau setelah mengalami pengalaman kedua (seperti yang dibahas di atas). Efesus 5:18b berkata, “Hendaklah kamu penuh dengan Roh.” Ini adalah perintah yang dapat dipegang sebagai doktrin. Kata ini adalah perintah untuk setiap orang yang percaya bahwa setiap orang harus dipenuhi dengan Roh Kudus. Artinya, orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang dipenuhi pribadi Roh Kudus itu. Dia menguasai hidup dan memiliki kehidupan seseorang. Kata ini juga berbentuk present continous tense dalam bahasa Yunaninya. Itu berarti bahwa kepenuhan Roh adalah hal yang bersifat terus-menerus. D. Scheunemann berkata, “Titik berat pengajaran Perjanjian Baru tidak terletak pada suatu pengalaman Roh Kudus yang berlaku hanya pada waktu yang tepat, yang tidak dapat diulangi lagi, melainkan pada pembawaan diri dalam kepenuhan Roh yang terus menerus.”[4] Orang percaya perlu berdoa agar Tuhan memenuhi hidupnya dengan Roh Kudus setiap hari, karena kepenuhan bisa bermakna bahwa seseorang bisa dipenuhi dan pada suatu saat ia kurang dipenuhi oleh Roh Kudus. Pertanyaan selanjutnya adalah: apakah artinya dipenuhi dengan Roh Kudus? Dalam menjawab pertanyaan ini perlu dibahas cara dan ciri dipenuhi Roh Kudus. Yang pertama menyangkut bagaimanakah seseorang dipenuhi Roh dan yang kedua adalah karakteristik orang yang dipenuhi Roh. Walaupun demikian seseorang tidaklah boleh terperangkap dengan memakai pola tertentu tentang cara seseorang dipenuhi Roh Kudus. D. Scheunemann secara tepat berkata, “Kita tidak boleh menentukan satu cara atau menggariskan satu pola tertentu tentang bagaimana kepenuhan Roh Kudus harus berlangsung dalam kehidupan Kristen. Karena justru cara-cara demikian telah mendatangkan banyak penderitaan dalam jemaat, dan mengakibatkan banyak orang Kristen mengalami pergumulan, keputusasaan, bahkan terlibat dalam peniruan yang fatal.”[5] Jadi sebenarnya masing-masing pribadi memiliki keunikan dalam berhubungan dengan Roh Kudus di dalam hidupnya.

Tetapi setidaknya ada beberapa prinsip tentang bagaimana seseorang dipenuhi Roh Kudus ada tiga yaitu pertama, kerinduan yang mendalam akan Tuhan. Kedua, penyerahan total, dan ketiga, ialah menerima dengan iman (Yoh. 7:37-39).[6] Dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang dipenuhi Roh tidaklah perlu baginya untuk mengalami baptisan Roh tersendiri yang berbeda dari pertobatannya. Dan tidak ada keharusan akan tanda bahasa Roh yang mengikutinya.

Sedangkan ada beberapa ciri yang menunjukkan seseorang dipenuhi oleh Roh. Pertama, kehidupan yang berisi pujian kepada Allah (Ef. 5:19-20). Kedua, orang yang dipenuhi Roh Kudus akan menghasilkan buah-buah Roh (Gal. 5:22-23). Ketiga, orang yang dipenuhi Roh akan menyalibkan keinginan daging karena berjalan dalam pimpinan Roh (Gal. 5:24-26). Artinya, dia hidup dalam kekudusan dan berjuang melawan semua dosa. Itu tidak berarti bahwa orang yang dipenuhi Roh adalah orang yang sempurna, tetapi senantiasa berjuang untuk melawan segala keinginan daging. Keempat, kepenuhan Roh adalah penting dalam pelayanan seseorang, di mana kepenuhan Roh memampukan seseorang dalam melakukan pelayanan (Kis. 4:31; 5:3).

Tentang Bahasa Roh

Bahasan terakhir yang tak dapat diabaikan adalah tentang bahasa Roh. Kelompok gereja tertentu menganggap bahwa bahasa Roh adalah tanda dari orang yang sudah dibaptis oleh Roh Kudus dan bukti dari kepenuhan Roh Kudus. Tentang hal inipun terjadi perbedaan pendapat. Bila melihat pengajaran Perjanjian Baru maka dapat disimpulkan bahwa bahasa Roh adalah salah satu karunia di dalam gereja.

Di dalam Perjanjian Baru ada tiga bagian dari 27 buku Perjanjian Baru. Referensi tentang bahasa Roh terdapat dalam tiga bagian yaitu di dalam Kisah (Kisah 2:1-13; 10:1-11;18:24-19:7); kemudian terdapat satu bagian di dalam 1 Korintus (pasal 12-14); dan satu frase singkat dalam kitab Markus (16:17). Dapat disimpulkan bahwa bila benar bahasa Roh adalah sesuatu yang penting bagi umat Kristen, tentulah Paulus harus menyebutnya dalam kitab-kitabnya yang lain. Tetapi yang ada adalah sebaliknya.

Di dalam daftar karunia-karunia yang didaftarkan oleh Paulus ternyata karunia bahasa Roh ditempatkan terakhir dalam dua daftar (1 Korintus 12:8-10, 28) dan tidak disebutkan dalam Efesus 4:11 dan Rom 12:6-8. Ini menunjukkan bahwa karunia ini bukanlah yang terpenting dalam kehidupan bergereja.

Paulus juga sering mengatakan bahwa karunia bahasa Roh tidaklah sepenting yang lain. Misalnya, hal ini terdapat dalam 1 Kor. 12:28-31, 14:5, 14:19. Paulus juga menjelaskan bahwa karunia bahasa Roh tidaklah untuk setiap orang (1 Kor 12:29-30). Ini menunjukkan bahwa bahasa Roh bukanlah tanda utama dari kepenuhan Roh dan tidak diperlukan dalam pertumbuhan iman orang percaya. Paulus juga tidak mensyaratkan bahasa Roh dalam pemilihan panatua dan diakon (2 Tim 3:1-13; Titus 1:5-9). Pemimpin gereja tidak diberikan syarat untuk memiliki karunia bahasa Roh.

Walaupun bahasa Roh tidak sepenting yang kita bayangkan dalam kehidupan bergereja, namun eksistensinya sampai saat ini masih ada.[7] Salah satu argumen yang saya pakai adalah bahwa bila karunia yang lain masih ada, maka karunia ini pun masih ada logikanya. Yang lainnya adalah bahwa dalam perjalanan gereja, sampai tumbuh pesatnya gerakan Pentakosta dan Neo-Pentakosta maka ada suatu hal yang perlu diakui tentang masih eksisnya bahasa Roh.[8]

Bahasa Roh sebagai fenomena gereja moderen perlu dimengerti sebagai karunia dari Allah. Tetapi, sebagaimana J. I. Packer mengamati bahwa saat ini bahasa Roh adalah “sought and used as part of a quest for closer communion with God and regularly proves beneficial at conscious level, bringing relief of tension, a certain inner exhilaration, and a strengthening sense of God’s presence and blessing.” Ia juga menambahkan, “Glossolalia represents, focuses, and intesifies such awareness of divine reality as is brought to it; thus it becomes a natural means of voicing the mood of adoration, and it is not surprising that charismatics should call it their ‘prayer language.’” Kemudian dia menyimpulkan, “All this argues that for some people, at any rate, glossolalia is a good gift of God, just as for all of us power to express thought in language is a good gift of God.”[9] Maksudnya, bahasa Roh saat ini merupakan suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan memakai bahasa Roh sebagai bahasa doa. Dan itu dapat dikatakan sebagai pemberian Allah, yang sama dalam tiap orang ketika dia mengekspresikan doanya kepada Tuhan di dalam bahasanya masing-masing.

Akhirnya, memakai bahasa Roh perlu berhati hati agar tidak memanipulasi secara psikologis orang lain. Firman Tuhan mengingatkan, “Sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan para nabi, demikianlah Firman Tuhan, yang memakai lidahnya sewenang-wenang untuk mengutarakan firman ilahi. Sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan mereka yang menubuatkan mimpi-mimpi dusta, demikianlah firman Tuhan, dan yang menceritakannya serta menyesatkan umatKu dengan dustanya dan dengan buahnya. Aku tidak pernah mengutus mereka dan tidak pernah memerintahkan mereka. Mereka sama sekali tiada berguna untuk bangsa ini, demikianlah firman Tuhan” (Jeremia 23:31-32). Ini menjadi awasan bagi setiap orang yang menyatakan diri menerima karunia bahasa Roh.



[1]Ketua (Rektor) STT Jaffray

[2] Lihat penjelasan lengkap: R. C. Sproul, Essential Truths of the Christian Faith (Wheaton, Ill.: Tyndale, 1992), 118-9.

[3] D. Scheunemann, Sungai Air Hidup: Roh Kudus dan PelayananNya (Malang: YPPII, 1979), 169. Lihat juga prinsip yang sama yang dikembangkan oleh Gordon Fee & Dauglas Stuart, How To Read The Bible For All Its Worth (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 1981). Fee dan Stuart berkata, “Our assumption, alongwith many others, is that unless Scripture explicitly tell us we must do something, what is merely narrated or described can never function in a normative way,” hlm. 97.

[4] Scheunemann, Sungai Air Hidup, 168.

[5] Ibid., 169.

[6] Ibid., 170-1.

[7] Kesimpulan ini berbeda dengan pandangan profesor saya Randall C. Gleason, PhD (Dallas Theological Seminary) yang menyatakan bahwa bahasa Roh sudah tidak ada lagi dalam kehidupan berjemaat dewasa ini. Lihat Randall C. Gleason, Life in the Spirit (Manila: ISOT ASIA, 1998), 1-16.

[8] Argumen sejarah juga dipakai oleh mereka yang menolak eksistensi bahasa Roh sampai saat ini, di mana sejak Bapa-Bapa gereja sampai abad ke 19 tidak ada dalam catatan sejarah tentang adanya bahasa Roh. Lihat misalnya tulisan Thomas R. Edgar, “The Cessation of the Sign Gifts,” Bibliotheca Sacra 145 (1988):371-86. Saya memakai argumen sebaliknya, walaupun karunia bahasa Roh muncul lagi sebagai fenomena gereja moderen.

[9] J. I. Packer, Keep in Step with the Spirit (Old Tappan, N.J.: Fleming H. Revell Co., 1984), 210-11.

KARYA ROH KUDUS (1)

By Daniel Ronda

Karya Roh Kudus
Roh Kudus adalah Allah sendiri yaitu dalam ketritunggalanNya. Diberi judul karya Roh Kudus karena Roh Kudus adalah pribadi yang kehadiranNya nyata di dalam dunia, terutama juga di dalam gereja. Karya Roh Kudus meliputi empat hal yaitu karya yang evangelistis, organis, karismatis, pedagogis (Scheunemann, 1). Namun tidak bisa dikatakan bahwa karyaNya berlaku secara otomatis di dalam jemaatNya. Karena jemaat perlu memberikan respons yaitu iman dan taat, supaya karyaNya nyata dalam kehidupan orang percaya. Jadi respons kita terhadap karya Roh Kudus penting di dalam kehadiran dan karyaNya. Bila karya penyelamatan adalah anugerah semata-mata, maka penyucian perlu respons manusia atas panggilan itu.

1. Pelayanan Evangelistis
Roh Kudus menyadarkan manusia akan dosa-dosanya, sehingga akhirnya ia mengambil keputusan untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamatnya.

2. Pelayanan Organis
Karya Roh Kudus yang mana Ia memperbaharui hidup kita, menyucikan kita dari dosa, menghasilkan buah-buah Roh Kudus, memiliki hubungan harmonis dengan Tuhan dan sesama jemaat.

3. Pelayanan Karismatis
Memperlengkapi orang percaya dengan berbagai-bagai karunia-karunia untuk tugas pelayanan. Ini akan dibahas tersendiri di bawah.

4. Pelayanan Pedagogis
Roh Kudus memimpin, menghibur dan mengajar orang percaya di dalam kehidupan hari lepas hari. Misalnya, kita mampu menghadapi suka dan duka, tantangan, cobaan, dsb.

Karunia-Karunia Roh Kudus

Apa itu karunia rohani?
Karunia rohani adalah suatu kemampuan yang diberikan oleh Roh Kudus dan dipakai dalam pelayanan gereja (Grudem, 1016). Karunia rohani sendiri berhubungan erat dengan bakat (natural gifts) seperti mengajar, berkemurahan, atau administrasi dan karunia rohani yang tidak berhubungan dengan bakat seperti nubuat, kesembuhan, karunia membedakan berbagai macam roh. Jadi yang termasuk karunia rohani adalah keduanya, karena keduanya berasal dari Allah dan dipakai untuk memabngun dan menguatkan jemaat.

Tujuan adanya karunia rohani
Tujuannya adalah untuk melengkapi gereja untuk dapat melaksanakan tugas pelayanan di dunia ini sampai Tuhan Yesus datang. Di samping membangun, karunia rohani juga memperkaya kehidupan rohani orang percaya sehingga mereka semakin bertumbuh di dalam Tuhan. Sehingga gereja yang sehat adalah gereja yang memberikan peluang seluas-luasnya agar gereja mempraktekkan karunia rohani.

Berapa banyak karunia rohani dalam gereja?
Sebenarnya tidak ada jumlah yang ditetapkan di dalam gereja berapa banyak karunia dalam jemaat. Ini dibuktikan dari ayat-ayat tentang karunia menuliskan daftar yang berbeda dengan urutan yang berbeda pula. Bahkan untuk jemaat masa kini, ada daftar karunia yang perlu ditambahkan dalam daftar. Yang paling penting setiap jemaat setidaknya memiliki satu karunia. Dan yang paling penting adalah tidak ada karunia yang lebih penting dari yang lain. Semuanya memiliki kedudukan yang sejajar.

Lihat daftar karunia rohani yang ada di Alkitab:
I Kor 12:28
Rasul, nabi, pengajar, mengadakan mujizat, menyembuhkan, melayani, memimpin (administrasi), bahasa lidah.

I Kor 12:8-10
Berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, iman, menyembuhkan, mujizat, bernubuat, membedakan bermacam-macam roh, bahasa roh, menafsirkan bahasa roh.

Efesus 4:11
Rasul, nabi, pemberita Injil, gembala-pengajar.

Roma 12:6-8
Bernubuat, melayani, mengajar, menasehati (encouraging), membagi-bagi sesuatu, memimpin, kemurahan.

I Kor 7:7
Membujang

I Petrus 4:11
Berbicara (banyak karunia tercakup), Melayani (banyak pelayanan tercakup).
Bagaimana kita mencari tahu karunia rohani kita?
Gereja harus menyiapkan sarana di mana gereja bisa mempraktekkan karunia rohani. Semua jemaat harus sadar bahwa karunia rohani masih ada dan bahkan perlu diberi kesempatan untuk jemaat menggunakannya. Jangan ditutupi. Dari sanalah jemaat akan tahu manakah yang akan menjadi karunianya.
Tiap anggota jemaat berdoa dan meminta hikmat dan suatu keyakinan untuk menemukan karunia rohaninya. Cari Tuhan dan minta kepadaNya. Semuanya dipakai untuk memuliakan Allah.
Langkah terakhir tentunya jemaat mulai mempraktekkan atau terjun langsung ke berbagai pelayanan dan lihat bagaimana jemaat diberkati oleh pelayanan kita. Sehingga kita tahu manakah yang menjadi karunia kita, ketika jemaat mulai mengalami berkat dari pelayanan kita.

Karunia adalah alat, dan bukan tanda bahwa seseorang sudah dewasa
Seringkali terjadi salah kaprah bahwa kalau orang memiliki karunia, itu berarti dia sudah dewasa dalam iman, bahkan sempurna. Itu tidak benar. Jemaat Korintus adalah contoh untuk itu. Mereka memiliki banyak karunia, tetapi pada saat yang sama masih berjuang dalam menghadapi dosa. Bahkan Paulus menyebut jemaat Korintus seperti bayi rohani (I Kor 3:1). Jadi bisa saja ada yang punya karunia rohani, tetapi masih belum paham pengajaran atau masih “anak-anak” dalam hal pengenalan Alkitab. Bahkan ada yang masih berjuang melawan dosa. Jadi kita tidak bisa mengevaluasi seseorang yang dewasa rohani berdasarkan karunia rohaninya.

Bahaya yang mengancam karunia rohani di gereja:
1. Tidak pernah dipraktekkan di dalam gereja
Ada ketakutan dan kekhawatiran bahwa bila dipraktekkan bisa menyebabkan masalah. Sehingga yang terjadi adalah karunia rohani dibahas, dikhotbahkan, namun tidak pernah dibiarkan berkembang dalam kehidupan berjemaat.

2. Sombong rohani
Ada orang yang berkeinginan untuk menjadi orang yang terkenal secara rohani. Mereka mulai meniru-niru karunia rohani. Tidak mengerti benar apa itu karunia rohani, tetapi dengan kekuatan sendiri berupaya menghakimi orang lain.

3. Tidak bisa membedakan yang dari Tuhan dan manusia
Mendapat penglihatan dan mimpi untuk menyampaikan nubuatan adalah sesuatu yang Alkitabiah. Namun harus disampaikan dengan kata-kata yang dapat dimengerti serta sederhana, dan tidak membuat kekacauan (I Kor 14:40). Karena Allah tidak pernah bermaksud mendatangkan kekacauan di dalam jemaat. Hati-hati terhadap Iblis yang menunggangi fenomena yang ada, karena dia adalah oknum peniru yang paling hebat.
Jadi kita tidak boleh memadamkan Roh (I Tes 5:20-21, namun pada sisi lain Alkitab mengingatkan kita untuk tidak percaya kepada setiap roh, namun diuji apakah itu berasal dari Allah (I Yoh 4:1; I Kor 14:29).

Kesimpulan:
Karya Roh Kudus harus dipahami secara utuh yaitu evangelitis, organis, karismatis, dan pedagogis. Di dalam karyaNya, Dia ingin umat Allah mengalami semua karya Allah itu.
Karunia rohani adalah dari Tuhan dan untuk membangun jemaat. Karena karunia rohani itu pemberian dari Allah maka:
1. Manusia tidak ada hak membanggakan dirinya dan mulai merendahkan orang lain, menghakimi pihak lain yang berdosa. Padahal justru karunia dipakai untuk melayani orang berdosa.
2. Karunia rohani itu tidak ada keseragaman dan tidak ada yang lebih penting satu kepada yang lain. Jadi tidak semua misalnya mendapat karunia A atau B. Justru dalam keanekaragaman tubuh Kristus dibangun.
3. Hati-hati terhadap ketidakwaspadaan dalam perjuangan rohani melawan kuasa si jahat. Ia selalu menunggangi manusia bila gereja Tuhan bertumbuh.
4. Jangan takut untuk menggunakan karunia rohani di dalam jemaat. Bila ada jemaat memilikinya, marilah kita mendoakannya dan meminta supaya semua karunia bisa dipakai dalam pelayanan.