Thursday, December 31, 2009

Turut Berduka atas Wafatnya Gus Dur

Gus Dur telah wafat. Kami turut berduka atas kepergian beliau. Gus Dur adalah bapak bangsa yang konsisten memperjuangkan kaum minoritas. Sungguh bangsa ini kehilangan orang yang hebat, dan kami berdoa agar muncul Gus Dur generasi baru buat bangsa ini. Doa kami buat keluarga yang ditinggalkan!

Thursday, December 24, 2009

Setelah Nonton “Sang Pemimpi”: Telling Motivation Through Stories

By Daniel Ronda

Saya berkesempatan nonton film Sang Pemimpi bersama keluarga, karena memang saya senang dengan novel-novel karya Andrea Hirata yang dimulai dari Laskar Pelangi, lalu Edensor dan Maryamah Karpov. Saya juga sudah nonton Laskar Pelangi sebelumnya. Film ini hampir mirip dengan kisah saya dengan “setting” yang beda dan tentu nasib juga beda. Bagi saya novel dan filmnya saya harap menjadi alat motivasi bagi anak-anak saya agar bisa berprestasi lebih di sekolah dan terutama juga alat motivasi untuk memimpin orang-orang yang saya pimpin di lembaga saya bekerja.

Cuma sebelum bicara motivasi, saya mau komentar sedikit filmnya. Film “Sang Pemimpi” ini, aduh, maaf ya..kok lompat-lompat ya ceritanya dari masa lalu, kini, ke depan. Memang ini filosofi film ini menekankan kekuatan sebuah motivasi dan pentingnya kerja keras, serta jejaring persahabatan kalau mau mendapatkan kesuksesan. Cuma saya hanya bayangkan kalau orang yang tidak baca novelnya apa ya bisa ngerti ini film? Mungkinkah ini karena dibuat sorang Riri Reza dan coverage dan kekuatan media, termasuk novel yang bagus sehingga film ini meledak? Karena bukan orang film, saya tidak mau mengomentari lebih jauh. Cuma jujur, lebih asyik baca novelnya ketimbang film ini. Tiga dimensi waktu, masa lalu, kini, dan ke depan tertutur mengalir dengan apik dan mengharukan dalam novel ketimbang filmnya. Apalagi saya juga berkesempatan bertemu dengan penulis novel, Andrea Hirata di restoran Mangga Madu di Ubud Bali, Oktober 2008 lalu, sebuah restoran milik dari orang saya anggap orang tua saya sendiri. Fisiknya yang kecil, pendek namun ramah dan rela memberikan otograf, membuktikan tempaan masa lalu membuat dia menjadi “humble”.

Menurut saya benang merah dari novel dan film ini adalah motivasi dalam bentuk cerita apalagi ini merupakan kisah nyata. Ini menjadi kekuatannya di mana motivasi tidak lagi diceramahi, dikuliahi, tetapi diceritakan. “Telling motivation by stories” adalah cara efektif membuat anak di keluarga atau di konteks organisasi dapat mengembangkan diri secara optimal.

Kekuatan cerita motivasi jauh lebih dahsyat dari presentasi PowerPoint karena motivasi menyentuh pikiran dan hati. Sedangkan presentasi dan motivator biasanya menyentuh pikiran saja. Itu sebabnya para motivator yang terkenal di negeri ini selalu menggunakan cerita untuk menggugah hati dan pikiran pendengar dan pemirsanya. Konsep-konsep hanya menyentuh pikiran dan akan dilupakan. Namun tidak demikian halnya dengan cerita.

Pemimpin bijak di dalam suatu organsisasi selalu menolong bawahannya bagaimana mencapai sukses organisasi. Caranya dengan menceritakan kisah sejati (true story). Pemimpin selalu menghubungkan organisasinya dengan memakai kisah sukses masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, baik itu kisah organisasinya sendiri maupun kisah sukses orang lain. Misalnya, cerita favorit saya soal Coca Cola yang punya mimpi bahwa setiap orang di kolong langit ini akan minum Coca Cola atau Bill Gates yang memimpikan bahwa setiap pengguna komputer pakai microsoft.

Kitab suci agama samawi pun semuanya dapat bertahan berabad-abad karena berisi cerita tentang kesuksesan tokoh-tokoh dan campur tangan ilahi di dalamnya. Cerita ini bahkan bertahan sampai hari ini yang mampu mengubahkan manusia sepanjang abad.

Howard Gardner pernah berkata sebenarnya pekerjaan esensi seorang pemimpin adalah pencerita atau tukang cerita (storyteller) – (Bdk.Blackaby, 80). Cuma tukang cerita yang dimaksud adalah orang yang mampu bercerita dan pada saat yang sama mampu menghidupi cerita itu dalam kehidupan nyatanya. Misalnya, pemimpin memakai kisah Ikal (dalam Sang Pemimpi) untuk memotivasi bawahannya bahwa dengan bercerita kisahnya dan tentang pentingnya punya motivasi kuat seperti Ikal, ditambah kerja kerasnya. Tapi pemimpin sendiri harus menghidupi apa yang diceritakannya. Sangat mustahil cerita punya kekuatan kalau pemimpin tidak menghidupinya.

Ada tiga jenis cerita yang mampu menggugah hati dan pikiran orang. Pertama, cerita masa lalu. Entah itu cerita kesuksesan atau kegagalan, bisa dijadikan pelajaran dan alat motivasi. Cerita masa lalu itu penting, sebagaimana Winston Churchill pernah berkata semakin jauh ke belakang kita melihat sejarah, semakin jauh ke depan kita dapat melihat (Blakckaby, 80). Kedua, cerita masa kini itu penting karena bawahan kita atau pekerja kita adalah seorang yang bekerja saja dan kadang tidak mampu melihat dan membuat hubungan antara pekerjaan dan keberhasilannya. Jadi perlu pemimpin yang bercerita bahwa apa yang dikerjakannya telah menghasilkan keberhasilan kinerja organisasi. Ketiga, cerita masa depan penting karena bawahan perlu ada satu cerita dari pemimpin tentang gambaran masa depan. Menggambarkan masa depan lewat cerita-cerita sukses membuat bawahan memiliki “mental picture” tentang apa yang akan terjadi di depan, Itu akan membuat mereka bertambah semangat bekerja.

Akhirnya, terima kasih untuk film Sang Pemimpi. Cerita motivasi Ikal dan Arai lewat film sungguh menggugah. Ditunggu film ketiganya. Cuma filmnya mesti sebaik novelnya juga. Hidup film Indonesia! Biarlah kita terus termotivasi mencapai sukses!

Tuesday, December 15, 2009

Bad Preaching

Oleh Daniel Ronda

Ada banyak jemaat tidak menikmati kotbah di gerejanya. Mengapa jemaat mengeluh tentang kotbah? Bukankah Firman Tuhan seharusnya menjadi kekuatan sebuah gereja setelah era reformasi yang mengumandangkan “sola scriptura” yaitu hanya Firman Tuhan?

Masalah yang dihadapi adalah bukan pengkotbah yang tidak baik, namun kotbahnya sering tidak dimengerti, kepanjangan, membosankan, tidak ada daya tarik, tema yang itu-itu saja. Yang justru dianggap menarik adalah pengkotbah yang memiliki latar belakang kharismatik, sedangkan pengkotbah lainnya seperti kehilangan daya tariknya. Apalagi kotbah hanya berisi presentasi dari isi dengan gaya yang tidak menarik.

Menurut hemat saya, setidaknya ada beberapa penyebab mengapa kotbah itu tidak menarik. Pertama, isi atau berita kotbah yang sangat minim dan juga tidak akurat. Ini terjadi karena pengkotbah tidak menggunakan sumber yang tepat untuk menggali isi Alkitab dan hanya memakai cara yang dangkal dalam memahami kebenaran lewat pengalaman semata-mata yang diceritakan. Jemaat awam katakan, lebih banyak ilustrasi daripada isi. Biasanya pengkotbah ini suka melucu dan melenceng dari tema, yang mana sebenarnya tidak jelek. Pengkotbah justru perlu punya “sense of humor”. Namun semuanya harus terukur dan tepat penggunaan humor itu.

Kedua, kajian biblikanya mendalam namun miskin aplikasi dan cerita praktis. Eksposisi yang digali sangat tidak jelas dengan cara memuja eksegesis, hermeneutik, metode historis-gramatika, penuh dengan kutipan-kutipan para ahli dan gambaran historis masa lalu yang menyebabkan kotbah menjadi sangat membosankan tidak aplikatif bagi jemaat. Jemaat hanya diajak mengikuti masa lalu yang dalam tanpa pernah menyadari jemaat membutuhkan aplikasi.

Ketiga, adalah faktor miskin cara dalam berkomunikasi. Cara menyampaikan kotbah tidak koheren atau tidak beraturan sehingga jemaat sulit mengikuti apa yang menjadi tujuan dari kotbah. Harusnya ada tatanan yang baik yaitu mulai dari penjabaran tema, poin-poin yang menuju puncak, dan konklusi serta tantangan. Bila ini tidak beraturan bahkan keluar dari topik, jemaat akan menjadi bingung apa sebenarnya tema dan tujuan kotbah.
Faktor waktu berkotbah juga menyumbang kebosanan jemaat. Ada kotbah yang kepanjangan dalam menyampaikan gagasannya, bahkan berulang-ulang ditekankan sehingga jemaat menjadi bosan sekali. Daya tahan jemaat biasanya tidak lama. Sesekali bila ada pengkotbah tamu yang menarik mungkin jemaat bisa bertahan, namun tidak untuk selamanya. Jangan kita terobsesi menjadi pengkotbah yang bicaranya berkepanjangan.

Bagaimana memperbaikinya? Menurut saya sederhana. Menjadi pengkotbah adalah sebuah proses dan tidak ada pil ajaib yang dapat mengubah seorang pengkotbah langsung jadi. Ada proses waktu yang dijalani seorang pengotbah. Ia perlu banyak melatih diri dan memiliki jam terbang kotbah yang banyak. Namun semua juga sangat bergantung kepada Allah dan karunia dari Tuhan. Pengkotbah harus banyak berdoa.

Kita juga harus mengingatkan jemaat dalam menghadapi pendetanya yang kurang bisa berkotbah. Pertama, doakan hamba Tuhan kita agar Tuhan bisa dipakai dalam berkotbah. Kedua. Bila setelah didoakan belum ada perubahan, maka kita patut datang berbicara dengan pendeta kita dan katakan kepadanya dengan penuh kasih tentang kotbahnya. Ketiga, kirim pendeta kita untuk menghadiri peningkatan kemampuan dalam kotbah. Dan yang terakhir, bila belum ada perubahan mungkin sebaiknya hamba Tuhan itu menyadari bahwa Tuhan memberi karunia yang lain. Itu sebabnya kita undang hamba-hamba Tuhan lain dapat berkotbah di gereja kita. Setiap pengkotbah jangan putus asa untuk maju. Bila ada kritik dari jemaat, terima dengan senang hati sehingga menjadi kajian agar kotbah kita lebih baik di kemudian hari.

Wednesday, December 9, 2009

Budaya Malu Berkorupsi

Oleh Daniel Ronda
(Tulisan ini dibuat untuk memperingati Hari Anti-Korupsi Sedunia, 9/12)

Ungkapan bahwa korupsi adalah budaya Indonesia sudah banyak yang menentangnya. Tetapi kajian tentang pengaruh budaya atas perilaku korupsi membuktikan ada budaya-budaya yang menyuburkan praktik korupsi, terutama di budaya Timur termasuk Indonesia. Sangat disayangkan bila kajian korupsi lintas negara dan budaya tidak begitu banyak mendapat perhatian. Padahal tindakan pemberantasan korupsi ini harus memahami konsep yang sangat penting yaitu memahami konsep budaya yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung atas korupsi. Penelitian yang dilakukan John Hooker menemukan bahwa korupsi dalam suatu bangsa atau negara sangat dipengaruhi konsep budaya soal norma dan aturan hukum (rule) dan relasi (relationship). Kalau budaya itu menekankan pentingnya norma dan aturan, maka korupsi bisa diminimalisir. Namun bila relationship atau relasi yang penting, maka berbuat baik menolong sahabat dan atau keluarga jauh lebih penting daripada norma (lihat dan bandingkan tulisannya “Corruption from a Cross-Cultural Perspective”). Sebagai contoh, pejabat yang memasukkan anaknya atau keluarganya jadi PNS, lewat jalur "khusus" dianggap mulia dalam suatu budaya, karena dia melakukan pengangkatan nama keluarga, sekalipun anak itu kurang kemampuannya. Contoh lain adalah budaya berkorban bagi sesama jauh dianggap mulia dibanding dengan uang yang sudah diambilnya. Tak heran seorang koruptor dianggap pahlawan oleh komunitasnya. Misalnya, kasus koruptor anggota DPR asal Sulsel yang menjadi terdakwa dalam kasus penyuapan proyek lapangan udara dan pelabuhan di Indonesia Timur, justru menuai banyak suara di komunitasnya pada pemilihan kembali walaupun dia sudah ada di penjara. Apalagi korupsi yang dilakukan atas nama “rakyat” dan bertujuan untuk kebahagiaan rakyat dengan membangunkan rumah ibadah dan sarana lainnya. Ini sangat mulia di mata masyarakat, sehingga tidak mengherankan banyak pemimpin agama tutup mata akan hal ini. Bahkan ramai-ramai memasukkan proposal ke pejabat, tidak peduli dia dapat uang darimana, sekaliber pemimpin yang tahu kebenaran pun tidak mau tahu. Contoh yang nyata dan selalu muncul di sekolah adalah guru yang membantu memberikan jawaban kepada anak murid ketika sedang ujian dianggap mulia karena menolong anak ini dari kemungkinan ketidaklulusannya. Dan begitu banyak lagi contoh yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bagaimana mengatasinya? Mengapa sudah begitu banyak upaya mengatasi korupsi di Indonesia tidak membuahkan hasil yang optimal? Masalahnya adalah pendekatan Barat dalam mengatasi korupsi dipakai di dunia Timur termasuk di Indonesia jelas tidak mencukupi. Norma dan aturan yang dibuat dalam produk hukum akan selalu dicurangi. Apalagi mereka yang memiliki uang dengan mudah melakukan penyuapan kepada aparat penegak hukum. Lihat contoh nyata, pembukaan rekaman percakapan pengusaha yang terjerat hukum bisa dengan mudahnya berteman dengan pejabat tertinggi dan mengatur kasus-kasus hukum. Produk hukum tidak berdaya dengan penyuapan, karena sifat relasi yang begitu kental di dalam masyarakat Indonesia. Itu sebabnya, kita harus mengakui SBY yang tidak juga membebaskan besannya dari penjara, sekalipun dia bisa saja “bermain”. Alangkah menyedihkan bila SBY membiarkan produk hukum dicurangi oleh bawahannya dan memainkan hukum sesuai dengan kolusi pejabat dan pengusaha.

Sudah seharusnya pendekatan dengan konsep norma dan hukuman mendapat penekanan di dalam bentuk “shame culture” atau budaya malu. Penegak korupsi jangan hanya mendekati dari sudut pandang hukum dan norma yang ada. Harus ada upaya “mempermalukan” koruptor dan menegakkan budaya malu. Seharusnya penegak hukum belajar dari Asia seperti Jepang, Korea, China, dan Singapura dalam penegakan korupsi. Bila budaya relasi yang masih kental, maka sulit diharapkan terjadinya perubahan. Shame culture, dalam pandangan budaya berbicara soal kehormatan diri sebagaimana yang diharapkan dalam masyarakat. Bila kehormatan hilang, maka itu tidak dapat dipulihkan hanya dengan penjara (bdk. Paul Hiebert dalam Cultural Anthroplogy, 212-3). Itu sebabnya secara positif budaya malu terus dimasyarakatkan, yaitu budaya malu melanggar hukum. Sayang, budaya malu yang kita miliki lebih kepada kehormatan diri, keluarga dan kerabat, dan bukan malu karena melanggar hukum dan norma. Ini tantangan baru para penegak hukum soal korupsi.

Budayawan, rohaniwan, sosiolog, termasuk iklan TV oleh pemerintah dan media sendiri harus mempromosikan budaya malu. Jangan hanya mempromosikan kisah sukses pemberantasan korupsi saja, tetapi penegakan hukum yang disertai budaya malu adalah hal yang penting. Jangan sampai media juga yg adalah bagian dari pop culture justru tidak pernah mengedukasi pemirsa dengan norma dan rasa malu, serta kaitannya. Kasus Mbok Minah yang menghebohkan itu lebih didekati media dan pengamat dari unsur kemanusiaan dan rasa keadilan ketimbang penegakan hukum dan aturan apalagi disertai rasa malu.

Thursday, December 3, 2009

SELAMAT NATAL DAN TAHUN BARU 2010

Kami sekeluarga (Daniel, Elisabeth, Bunga, dan Bagus) mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru 2010 kepada sahabat, rekan, dan saudara dalam pelayanan. Kiranya Tuhan akan memakai kita lebih ajaib lagi di tahun 2010. Tuhan itu baik kepada semua orang dan doa kami agar menjadikan kita alat kebaikan Tuhan kepada DUNIA.