Saturday, May 2, 2009

Gembala dan Tantangan Globalisasi

Oleh Pdt. Dr. Daniel Ronda
(disampaikan pada Retreat Gembala GKII se-Indonesia tanggal 28 April 2009))

Pendahuluan
Globalisasi bukan istilah baru dan semua orang rata-rata sudah memahami maknanya. Seperti diketahui bahwa globalisasi ditandai dengan terjadinya perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Adanya perkembangan barang-barang seperti HP, televisi kabel, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sehingga memungkinkan kita mengetahui dan menikmati banyak hal dari budaya yang berbeda dalam waktu yang singkat tanpa harus pergi ke tempat itu. Hal lainnya dalam globalisasi adalah berkembangnya pasar global dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari perdagangan internasional. Berikutnya adalah akibat dari perkembangan media massa secara mengglobal (terutama televisi, film, musik, berita dan olah raga), saat ini kita menjadi orang yang mengonsumsi dan merasakan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi batas-batas negara dan kebudayaan, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan. Akhirnya, dalam globalisasi memunculkan perasaan dan emosi bersama bersama, serta tanggung jawab bersama atas masalah-masalah sosial misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis bangsa-bangsa, dan bencana alam (bdk. Wikipedia Online s.v. “Globalisasi”).
Dalam konteks gereja, kita sangat cepat mendapatkan informasi tentang pengalaman berbagai gereja di seluruh dunia tanpa harus berkunjung ke daerah itu. Misalnya, munculnya gereja fenomenal yaitu Saddleback Church yang dipimpin oleh Gembala Rick Warren. Gerejanya dengan cepat terkenal dan bukunya yang terkenal yaitu “Purpose Driven Church” dan buku devosi “Purpose Driven Life” telah menjadi best-seller dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Semua orang rindu mengalami yang sama dan mencoba mempelajari buku, serta bahan-bahan lainnya.
Globalisasi pada dasarnya menguntungkan, namun juga meninggalkan banyak tekanan. Tekanan terutama terjadi pada gembala dan pemimpin-pemimpin gereja. Akibat dari arus informasi itu, kita mendapat banyak tekanan. Itu sebabnya dalam makalah ini, saya akan mencoba melihat tantangan sebagai seorang gembala dan bagaimana menghadapi tantangan-tantangan globalisasi.

Tanda Masyarakat Global
Howard A. Snyder dan Daniel V. Runyon mengatakan setidaknya empat tanda masayarakat global (143-153):
1. Teknologi wireless dan digital
Komputerisasi sudah menjadi era yang bukan baru lagi. Namun perkembangan teknologi digital dan wireless sudah begitu mengglobal saat ini, sehingga berdampak pada budaya kuantitas, di mana budaya angka atau jumlah jauh lebih berharga daripada kualitas dan kita mulai tanpa sadar mengevaluasi sesuatu berdasarkan jumlah (kuantitas).
2. Semua kehidupan untuk “Sale”
Dampak dahsyat dari globalisasi adalah semua kehidupan dan budaya sudah diperdagangkan. Perdagangan telah berpindah dari barang-barang industri ke gaya dan budaya. Sebagai contoh, kita mengintip kehidupan pribadi seseorang atau reality show (contoh Termehek-Mehek, Infotaimen, dst.) dengan membayar baik langsung maupun tidak langsung lewat TV. Hal lainnya, pertemanan sudah harus pakai klub, adanya membership fee untuk bersahabat.
3. Kesadaran global dan interkoneksi
Semua mulai menyadari bahwa dirinya sudah bagian dari warga dunia dan tidak lagi hidup dalam isolasi. Ini menguntungkan bagi perkembangan kekristenan sehingga bisa saling membantu.
4. Simbol dan “image” global
Ciri dari masyarakat global adalah berfokus kepada simbol dan “image”, di mana pentingnya nilai dari merek dari apa yang dipakai dan dikendarai. Identitas dan harga diri mulai ditaruh atas simbol yang bernama merek. Budaya kemudaan juga menjadi ciri khas globalisasi, di mana ada kebutuhan untuk terus menjadi muda. Akhirnya berpengaruh pada budaya yang menekankan gaya dengan mengorbankan substansi (Strinati, 257).
Tanda-tanda di atas membawa tekanan yang tidak sedikit kepada seorang gembala di era globalisasi ini.

Tekanan Seorang Gembala Dalam Era Globalisasi
Berdasarkan tanda-tanda masyarakat global di atas, maka pada bagian ini akan dibahas tekanan apakah yang dihadapi seseorang dalam penggembalaan di era yang berubah sangat cepat ini?
1. Gembala tertekan supaya menjadi relevan dalam zaman yang cepat berubah ini, sehingga banyak berita mimbar dikompromikan dan diupayakan tidak berbahaya bagi kehidupan jemaat. Pesan moral menjadi sangat lemah karena tekanan dari masyakarat agar gereja tetap relevan.
2. Ada banyak gereja fenomenal bertumbuh di sekitar kita seperti munculnya pertumbuhan gereja super megah (mega-church), sehingga gembala gereja tertekan dan bertanya “Mengapa gerejaku tidak bertumbuh?”. Dalam tekanan itu, gembala, staf gembala, dan pengurus pergi mengadakan studi banding dan belajar ke gereja yang raksasa itu. Lalu ketika kembali, mereka membawa “visi baru” ke gereja masing-masing. Majelis mulai memakai target kuantitas untuk menekan agar gembala menjadi gembala yang sukses.
3. Munculnya fenomena baru dalam pertumbuhan gereja. Dalam tekanan itu, maka gembala mencoba resep-resep sukses mereka. Mereka mengubah musik gerejanya, model pemuridan, dan pemilihan kurikulum. Jemaat dilatih (mungkin “dipaksa”) untuk mengikuti pelatihan-pelatihan itu.
4. Munculnya banyak organisasi baru yang menawarkan banyak penekanan kegiatan yang membuat gereja merasa “harus” mengikutinya, seperti gerakan Pria Sejati, Wanita Bijak, Marriage Enrichment, Alfa Course, EE, Jaringan Doa Nasional, Haggai Leadership, Perkantas dan banyak organisasi lainnya.
5. Kita dibanjiri literatur berupa buku, CD, DVD, siaran tv Kristen mancanegara dengan munculnya fenomena pengkotbah-pengkotbah TV di mana kita ditekan untuk tidak mengecek latar belakangnya dengan baik. Yang penting kebutuhan dasar terjawab yaitu kesejahteraan materi, kesehatan, nama baik telah menjadi ukuran kekristenan sejati.
6. Pada sisi lain, muncul problem kemiskinan dan ketidakadilan di mana jemaat juga tertekan secara ekonomi akibat dari ketergantungan pasar global dan itu juga merupakan ekses dari globalisasi di samping masalah lingkungan dan masalah keadilan sosial.
Pada akhirnya anggota gereja sudah mulai bergeser dalam memandang gereja. Haddon Robinson berkata: “Sekarang ini terlalu sering orang-orang bersikap bak pelanggan ketika bergabung dengan sebuah gereja. Apabila mereka menyukai produk yang ditawarkan, mereka menetap. Bila tidak, mereka pergi... Di dalam gereja-gereja kita terdapat mentalitas pelanggan” (Di dalam Sider, 178).

Gembala Menghadapi Globalisasi
Tantangan globalisasi seharusnya tidak membuat kita tertekan. Tugas kita adalah kembali kepada zaman apostolik. Ada beberapa ciri zaman apostolik (Kisah Para Rasul) yang harus terus dikembangkan di dalam gereja kita saat ini (Hunter, 29-34):
1. Pendekatan utama pemuridan dan berita sentral gereja adalah dengan Alkitab. Pengajaran Alkitab yang mengajar akan menolong gereja bertumbuh.
2. Memiliki disiplin dan semangat doa dan ada suatu kerinduan akan menanti kuasa Tuhan bekerja.
3. Gereja harus memiliki suatu kerinduan akan jiwa yang terhilang, orang tidak bergereja, dan keluarga yang dekat dengan kita.
4. Fokus kepada Amanat Agung sebagai sesuatu yang istimewa dan kehormatan, dan bukan hanya semacam tugas belaka.
5. Gereja punya visi yang memotivasi jemaat ke mana orang percaya akan dibawa dan jadi apa mereka.
6. Gereja yang tanpa kehilangan substansinya belajar mengadaptasi: bahasa, musik, dan gaya dari budaya modern yang ada.
7. Gereja menyadari betapa pentingnya suatu kelompok kecil (contoh rayon, kelompok, sektor, komsel,dsb.) di terapkan sehingga jemaat terjaga.
8. Gereja melibatkan kaum awam dalam pelayanan gereja di mana mereka bisa melaksanakan pelayanan berdasarkan karunia yang dimilikinya.
9. Adanya perkunjungan pastoral (pastoral care) yang mantap di dalam gereja. Selalu ada percakapan rohani antara jemaat dengan mereka yang Tuhan berikan karunia penggembalaan.
10. Gereja memiliki kontak dengan berbagai cara untuk bertemu dengan orang-orang yang tidak percaya.

Kesimpulan
Gereja tidak terjebak kepada tekanan dari globalisasi, tetapi justru untuk memanfaatkannya untuk kejayaanNya. Kita perlu mengembangkan gereja yang simpel di mana berakar kepada Firman Tuhan adalah kata kunci yang penting. Ketahanan menghadapi globalisasi bukan terjebak kepada peniruan, namun kepada kesetiaan kepada prinsip-prinsip biblika yang sudah diberikan sejak zaman apostolik.

Bibliografi:
George G. Hunter III. Church for the Unchurched. Nashville, USA: Abingdon Press, 1996.
Ronald J. Sider. The Scandal of the Evangelical Conscience (terjemahan). Jawa Timur:
Perkantas, 2007
Howard A. Snyder & Daniel V. Runyon. Decoding the Church. Grand Rapids, Mich.: Baker
Books, 2002.
Dominic Srinati. Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Bandung:
Nuansa Cendekia, 2007.