Monday, March 22, 2010

Memimpin dalam Krisis: Belajar dari Robby Djohan

Daniel Ronda

Di Kompasiana saya mencoba terus menulis pentingnya kepemimpinan yang kontekstual secara reflektif dari situasi yang ada di Indonesia. Ada seorang kompasianer pernah bertanya adakah buku-buku kepemimpinan ala Indonesia yang bisa dipelajari? Lalu saya mencoba mencari kembali di rak-rak buku perpustakaan pribadi saya. Ada satu buku yang menarik perhatian saya yaitu buku Robby Djohan, “Leading in Crisis: Praktik Kepemimpinan Dalam Mega Merger Bank Mandiri.” Buku ini tidak terlalu lama, terbitan tahun 2006. Cuma sayang kalau buku ini dilewatkan untuk tidak direkomendasikan kepada Kompasianer tentang kepemimpinan di tengah krisis. Semua kita tahu siapa Robby Djohan, seorang yang dikenal sebagai yang menangani perusahaan penerbagangan Garuda yang hampir bangkrut dan juga ditugaskan membentuk Bank Mandiri yang kini menjadi bank terbesar di Indonesia. Lewat kepiawaiannya dalam melintasi krisis perusahaan besar di Indonesia, maka layaklah kiranya buku refleksi pengalamannya memimpin di dalam krisis dijadikan acuan bagi kepemimpinan di Indonesia bagaimana seharusnya menghadapi krisis. Tentu dalam tulisan ini saya tidak akan menguraikan seluruh prinsip kepemimpinan di dalam krisis seperti yang ditulisnya, hanya sebagian kecil yang saya ingin sharingkan dari pengalaman beliau terutama soal bagaimana menghadapi koridor krisis.

Dalam buku “leading in Crisis”, Robby Djohan mengingatkan beberapa hal dalam melewati koridor krisis (h. 155-163). Ini patut dipertimbangkan bagi pemimpin ketika menghadapi krisis dalam perusahaan atau organisasinya:

Pertama, pemimpin perlu memiliki fokus dalam menyelesaikan masalah yaitu yang paling menjadi pokok masalah, dan dengan suatu keyakinan bahwa itu dapat diselesaikan. Bila itu terjadi maka kita sudah memenangkan setengah dari peperangan itu. Seringkali kita terjebak kepada begitu banyaknya masalah sehingga tidak tahu mana yang menjadi pokok masalah.

Kedua, penting membentuk tim kepemimpinan yang sehati dan mengerti atau cakap dalam menyelesaikan masalah. Dalam tim tidak boleh ada keraguan serta kebingungan dalam mengimplementasikan strategi mengatasi masalah.

Ketiga, penyelesaian yang tidak fokus akan menyebabkan penyelesaian itu berdasarkan permintaan (demand-based) dan bukan berdasarkan kebutuhan (need-based). Banyak kali di Indonesia penyelesaian masalah karena ada desakan publik, namun tidak melihat substansi dari masalah itu sendiri.

Keempat, pentingnya kecepatan waktu dalam pengambilan keputusan. Jadi identifikasi masalah dan solusi harus cepat, karena jika tidak diambil dalam waktu yang cepat maka bawahan akan menjadi frustrasi dan kehilangan kepercayaan kepada kepemimpinan. Banyak kali pemimpin terlalu banyak pertimbangan sehingga sangat lambat dalam pengambilan keputusan.

No comments:

Post a Comment