Tuesday, January 12, 2010

Kekuatan Sebuah Visi: Masih Ingat Visi SBY?

Oleh Daniel Ronda

“When people buy into your vision, they buy into your dream.” (Ketika orang membeli visi Anda, mereka akan membeli mimpi Anda)--Elmer Towns

Numpang tanya, masih ingatkah kita visi presiden SBY? Adalah presiden SBY yang punya visi dan misinya pada waktu kampanye beserta strategi dan program aksinya. Dan ini banyak muncul di media pada waktu beliau kampanye. Namun apakah rakyat menyimpannya atau mengingatnya? Atau mungkin lebih etis dan tepat, apakah SBY masih punya “passion” untuk mewujudkannya? Atau itu hanya konsumsi kampanye?

Bila lupa, saya ingatkan bahwa visi SBY adalah terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur (berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang yang disusun 2005-2025). Misinya adalah mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai dan meletakkan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang lebih adil dan demokratis.

Pertanyaannya adalah sudahkah ini menjadi visi bersama bangsa setelah SBY menang? Prinsip kerja visi jelas, bahwa awal mulanya itu adalah visi pemimpin, namun kemudian setelah di-sharing-kan maka harus menjadi visi bangsa. Sudahkah ada upaya menyosialisasikannya? Atau kita sudah lupa? Jangan-jangan visi SBY adalah visinya tim kampanye dan stafnya saja?

Cerita tentang visi, saya punya pengalaman unik. Saya ditugaskan sekolah saya untuk mengikuti pelatihan akreditasi dari lembaga akreditasi tahun 1999-an. Tiba di pembahasan visi dan kemudian disuruh praktek membuat visi, dan saya waktu itu masih polos tanya, “Pak gimana buat visi yang baik?” Jawabnya dengan ringan, “Supaya gampang lihat saja visi sekolah lain, lalu sesuaikan saja kalimatnya sesuai dengan situasi kita.” Wah, sesimpel itukah?

Ketika saya mengenang peristiwa 11 tahun yang lalu itu, saya tertawa dan kemudian tak heran mengapa banyak elemen di bangsa ini ini tidak pernah maju, karena visi tidak jelas. Visi yang saya sederhanakan dengan mimpi hanya ditulis dengan istilah keren, namun miskin isi dan tidak ada penghayatan. Tidak heran kemudian program jalan yang tidak sesuai dengan visi.

Bill Hybels menyebut kekuatan sebuah visi sebagai inti (core) kepemimpinan. Baginya, visi adalah suatu senjata penting dalam tangan pemimpin (Bill Hybels, Axiom: Powerful Leadership Proverb, h. 30). Hanya dengan kekuatan visi orang akan mengikuti program seorang pemimpin. Sangat disayangkan bila visi hanya slogan dan tidak dijadikan senjata utama dalam membuat semua elemen bangsa bergerak.

Begitu banyak definisi visi yang dibuat, namun saya senang dengan definisi visi yang dibuat Bill Hybels. Ia mengatakan visi, “picture of the future that produces passion in people” atau gambar masa depan yang menghasilkan kegairahan pada orang-orang (h. 30).

Visi bukan meniru kata-kata dari visi orang lain atau negaralain. Apalagi hanya mau meniru kata-kata indah tanpa memahami artinya. Jadi visi itu harus dijiwai sendiri oleh pemimpin dan kemudian dikuasai oleh tim kepemimpinan. Bila itu presiden, maka visi-misi harus dikuasai menteri kabinet dan kemudian dibagikan ke seluruh bangsa.

Bila semua visi difahami, maka strategi adalah alat perwujudan visi-misi. Kembali kepada strategi SBY, menurutnya strategi mereka untuk Indonesia meliputi pembangunan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia, menciptakan Good Government dan Good Corporate Governance, demokratisasi Pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen bangsa, melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi, pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa (diambil dari visi dan misi SBY). Sengaja saya menyebutkan hal ini supaya bangsa ini tidak lupa apa yang menjadi visi, misi dan strategi SBY.

Prinsip pentingnya jelas, pemimpin harus punya perhatian soal ini, bahwa visi jelas sekali mempunyai kekuatan yang dahsyat. Kekuatan sebuah visi akan menyebabkan banga ini akan melakukan apa yang merupakan impian pemimpin. Ide-ide pemimpin akan dituruti dan banyak yang siap akan berkorban baik tenaga, waktu dan harta bila mereka melihat visi itu jelas dan diterima oleh bangsa. Banyak yang tidak menduga akan dampaknya. Tetapi pemimpin negara yang berkembang dengan pesat telah membuktikan kekuatan sebuah visi. Ingat kekuatan visi yang dibangun Mahatmir Mohammad yang mampu membuat Malaysia menjadi bangsa yang maju, jauh melewati Indonesia.

Dalam level perusahaan, ada contoh tentang mimpi seorang pemimpin perusahaan Coca cola. Robert Woodruff president dari Coca cola punya visi: “in my generation it’s my desire that everybody should taste Coca cola” (dalam generasiku adalah keinginanku bahwa setiap orang harus mersakan Coca cola). Ini terbukti saat ini bahwa produk minuman ini dinikmati di seluruh dunia (dari John Maxwell).

Visi juga mempunyai kekuatan yaitu memberikan memberikan fokus kepada sebuah lembaga atau organisasi. Tanpa visi itu semua orang akan bergerak menurut apa yang dipikirkannya baik. Dan itu sangat membuang banyak energi. Frustasi sekali jika melihat banyak program di suatu negara, memakai dana yang besar, namun hasilnya tidak ada. Contoh olahraga Indonesia terpuruk di Sea Games. Kita disibukkan dengan berbagai aktivitas tanpa tujuan yang jelas. Pada akhirnya sebagai bangsa pun akan frustrasi dan skeptis terhadap program pemerintah. Itu sebabnya program harus dibuat setelah semua level kepemimpinan memahami visi bangsa yang dibuat SBY.

Namun ada juga yang berkata bahwa setelah menyusun visi yang baik, mengapa organisasi atau bangsa tidak dapat bertumbuh dengan baik? Ada yang perlu juga disadari ada faktor momentum. Analogi pemain selancar air di laut melukiskan dengan tepat peran momentum, bahwa kita bisa menyiapkan papan selancar yang baik dan berbagai metode latihan, namun ombak tetap dari laut dan tidak bisa diciptakan. Begitu juga dengan visi. Kita bisa membuat visi yang baik, namun tanpa momentum yang tepat tidak bisa terwujud membuat pertumbuhan itu. Ini yang dalam kepemimpinan disebut momentum atau istilah dosen saya “Big Mo”. Momentum ini tidak dapat dibuat oleh pemimpin. Dia terjadi lewat proses yang mendukung satu dengan lainnya. Maka perlu menciptakan banyak even yang menghasilkan momentum, misalnya dengan cara kerja keras, pencitraan bangsa yang baik dan aman lewat media, aturan penegakan hukum yang semakin tegas, dan banyak lini lainnya yang harus dibuat.

Saya melihat pentingnya SBY meniru presiden Fidel Ramos sewaktu memimpin Filipina. Dia adalah presiden terbaik yang dimiliki bangsa itu. Caranya sederhana, tiap minggu dia muncul di TV pemerintah dan diliput oleh semua TV dan berdialog dengan media. Dia menjelaskan visi dan misinya dengan penuh kegairahan, lalu kemudian dia menjelaskan hal-hal yang dilakukan pemerintah mengatasi masalah yang muncul. Waktu saya studi di sana (1996-1999), saya melihat betapa Presiden Ramos berhasil membuat bangsa itu tenang dari gejolak, mulai ada pertumbuhan ekonomi dan paling aman setelah era kediktatoran Marcos berakhir. Karena setelah kediktatoran berakhir, chaos selalu berulang, apalagi pada zaman Cory Aquino. Jadi kuncinya “sharing”-kan visi kita kepada setiap lini di organisasi kita. Atau dalam konteks SBY, terus “sharing”-kan itu kepada kami, rakyat! Jangan terus jadi manajer yang kelihatan sibuk, tetapi kami pun frustasi melihat kesibukan tanpa tahu kemana bangsa ini akan dibawa. Apalagi SBY hanya muncul di TV dengan sikap reaksioner dan hanya menjawab masalah yang muncul. Saatnya, sharing-kan visi Bapak – dan kita akan membeli semua mimpi-mimpi Bapak bagi bangsa ini! Jangan remehkan kekuatan VISI!

Juga sudah diposting di www.kompasiana.com/danielronda

No comments:

Post a Comment