Wednesday, January 27, 2010

Haruskah SBY Defensif Terhadap Kritik


By Daniel Ronda

Boleh dikatakan hampir setiap hari di media kita membaca dan menonton bagaimana presiden SBY dikritik dan dijadikan bulan-bulanan kritik. Tidak ada satupun ucapan dan tindakan presiden yang lolos dari kritikan pengamat, ahli, mahasiswa, dan elemen lainnya. Apapun yang dilakukan presiden tidak akan luput dari kritik. Tidak ada hari tanpa demo. Istilah kasarnya, "Tolol betul presiden kami". Ibu saya pun sempat berkata, “Apa tidak capek ya itu mahasiswa?, Kapan dia belajar?” Sampai-sampai sopir dan tukang becak pun jenuh melihat demo dan kritikan di jalan-jalan yang membuat mereka semakin susah cari hidup.

Secara emosional orang yang sehat secara mental pun tidak akan menikmati serangan berupa kritik. Dan harus jujur dikatakan bahwa kata-kata kritik saat ini jauh lebih menyengat dan pedas, dibandingkan pada waktu kepemimpinan dulu era Suharto. Jika dulu di zaman Orba masih memakai sindiran dan karikatur, maka sekarang sudah langsung menyerang dan menyebut kesalahannya secara menyengat. Saya percaya dengan ucapan mentor saya yang mengatakan semakin besar dan tinggi tanggung jawab yang diberikan, maka semakin besar pula kita akan menjadi target serangan. Bahkan ada pepatah Melayu yang mengatakan, “semakin tinggi seekor monyet naik ke pohon, semakin kelihatan pantatnya yang jelek.” Artinya, memang pemimpin sudah ditakdirkan untuk dikritik dan kelemahan-kelemahan pemimpin semakin tampak bila dia di atas. Dan pada saat seperti ini, kita membutuhkan nasehat-nasehat.

Seorang bijak mengingatkan, bila dikaji kritik lebih dalam lagi maka sebenarnya jauh di dalam kritik itu selalu ada mutiara kebenaran di dalamnya. Jadi daripada fokuskan energi kepada bagaimana menghadapi kritikan dan bagaimana memberikan perlawanan atau serangan balik terhadap kritik, sebaiknya pemimpin memfokuskan energi kepada apa mutiara yang ada di balik kritik itu. Orang bijak ini mengingatkan bahwa kita akan bisa bertumbuh di dalam kritik dan tidak ada gunanya bersikap defensif terhadap kritik. Apalagi kemudian bila pengkritik itu ditanggapi, malahan menarik orang untuk terus melakukan serangan yang tiada henti.

Prinsip yang penting adalah terus bertahan untuk mempelajari apa mutiara kebenaran dari kritikan itu.  Dan kritik itu akan semakin berkurang bila kita terus belajar untuk hidup lurus, lebih reflektif dalam menerima kritik, mampu menahan diri, dan mempertunjukkan kebijakan sebagai pemimpin.
Teknik mencari mutiara dalam kritik ini adalah pelajaran yang paling berat dalam kepemimpinan, karena adanya masalah memori masa lalu, ego, kecurigaan motif dan kompleksitas lainnya yang ada pada diri pemimpin dan konteksnya. Ini pelajaran yang paling sukar bagi “pelajaran kepemimpinan”. Tetapi ini adalah disiplin ilmu yang biasa dipelajari dan dikuasai oleh seorang pemimpin.

Contoh praktis, setiap pagi di koran dan TV pasti saja ada berita dan kritik yang muncul. Dan selalu saja dimasukkan kritik-kritik yang tajam, pedas,  dan menyengat bagi telinga pemimpin.  Di sini pemimpin pertama-tama harus belajar menahan diri untuk tidak menelpon pemimpin perusahaan koran atau pemilik stasiun TV yang mengkritik dengan pedas. Tahan diri secara emosional. Lalu belajar untuk merenungkan mutiara apa yang ada di balik kritik itu! Ini perlu latihan.

Kemudian, bila kritik itu terus dan tiada ada jedanya, maka pemimpin yang baik akan mengudang orang-orang kunci dalam kepemimpinannya untuk mendiskusikan kritik yang bermunculan di media. Kita harus tegas mengatakan bahwa seringkali media bias dan kerap kali tidak menunggu keseimbangan berita. Yang penting luncurkan berita dulu, entah benar atau tidak, sehingga terjadi kontroversi, dan setelah itu baru dibuatkan hak jawab. Jadi seperti drama sinetron berkelanjutan di mana ada perang pernyataan. Media pasti sangat senang dengan hal ini.  Memang inilah keanehan media era baru yang perlu dicermati pemimpin. Siapapun bisa jadi korban kontroversi ini.  Walaupun media tidak terlalu benar, setidaknya dalam diskusi antar pemimpin kunci itu kritik selalu dibahas, yaitu pelajaran  apa yang bisa diambil dari kritik ini.  Mungkin dalam diskusi itu kita akan berkata, berita ini tidak benar, tetapi ada porsi di mana berita itu ada benarnya. Inilah tugas pemimpin untuk menemukan dan mendiskusikannya. Diskusi seperti ini akan menyembuhkan secara emosional hati pemimpin dan kepemimpinan secara kolektif. Dan bila terus ini dilakukan maka bangsa ini akan menikmati ketenangan, rasa aman dan bangkit maju karena ada energi kata-kata yang membangun dari pemimpinnya.


Sudah bukan waktunya menanggapi dan melawan kritik, tetapi menjadikan kritik sebagai bahan diskusi dan mengolahnya  untuk menemukan kebenaran yang akan memperbaiki keadaan bangsa ini.
Ini merupakan seri kedua: Seni Pemimpin Menghadapi Kritik (2)

1 comment:

  1. dikatakan pemimpin , bila kritikan dipakai sebagai masukan. pemimpin harus tetap maju dengan visi. pemimpin tanpa kepemipinan pada hakekatnya akan hangus dan punah. tetap semangat

    ReplyDelete